Jakarta, CNN Indonesia -- Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi, atau yang dikenal Tim Antimafia Migas mengingatkan manajemen PT Pertamina (Persero) untuk berhati-hati mengelar tender penjualan kondensat. Himbauan ini ditujukan demi menghindari adanya praktik suap yang terjadi dalam prosesi pelaksanaan tender.
"Saya ingatkan lagi agar kasus yang menyeret Rudi Rubiandini (Mantan Kepala SKK Migas) tidak terulang. Karena yang sudah-sudah, pemenang tender kondesat ya perusahaan itu-itu saja," ujar anggota Tim Antimafia Migas, Djoko Siswanto saat dihubungi, Jumat (1/5).
Dari informasi yang diperoleh Djoko, Mei ini Pertamina akan menggelar prosesi tender untuk kondensat yang menjadi bagian negara (
government entitlemment) dari produksi PT Perta Samtan Gas yang merupakan perusahaan terafiliasi dengan Pertamina. Meski tak menyebut secara detil mengenai waktu dan nilainya, pria yang juga Direktur Gas di Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) itu mengungkapkan tender yang akan dilaksanakan Pertamina merupakan kelanjutan prosesi yang sudah digelar sejak Desember 2014 kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berangkat dari hal tersebut, Djoko pun mendesak agar perusahaan migas pelat merah ini melangsungkan tender secara terbuka untuk menghindari mekanisme yang menyalahi aturan. "Yang bikin tender itu Pertamina pemasaran bidang Petrokimia. Rencananya kondensat yang akan ditender diproduksi dari Perta Samtan sebesar 60 ribu barel per bulan dengan kontrak selama 6 bulan," ujarnya.
Menanggapi desakan tadi, Vice President Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro pun tak menampik bahwa jajarannya akan mengadakan tender untuk produk kondesat dalam waktu dekat. "Tapi kami masih menunggu surat dari SKK Migas," tuturnya.
Harus Lebih Tinggi dari ICPSejatinya, untuk bisa menjual minyak mentah maupun kondensat yang menjadi bagian negara Pertamina diharuskan lebih dulu mengantongi "surat tugas" dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) selaku badan regulator hulu maupun penjualan migas punya negara. Ini mengacu pada Peraturan Presiden
(Perpres) Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Lantaran kerap tertutup, penjualan kondensat pun sempat menjadi kasus dan menyeret nama mantan Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini ke jeruji besi. Saat itu, Rudi kedapatan menerima uang senilai US$ 700 ribu dari bos PT Kernel Oil untuk memenangkan PT Fossus Energy di dalam tender lelang terbatas minyak mentah Minas/SLC dan kondensat Senipah.
"Umumnya di dalam tender, harga yang ditentukan harus lebih tinggi dari acuan ICP (Indonesia Crude Price) untuk produk kondensat. Kalaupun ada kelebihan harusnya uang tadi masuk ke kas negara. Sementara Pertamina akan mendapatkan fee jika berhasil menjual kondesat pemerintah," terang Direktur Pembinaan Program Migas Kementerian ESDM, Agus Cahyono Adi.
(dim/dim)