Intervensi Harga Pertamax Cegah Peningkatan Penjualan Premium

Diemas Kresna Duta | CNN Indonesia
Jumat, 15 Mei 2015 15:42 WIB
Menteri ESDM Sudirman Said menyebut disparitas harga yang semakin jauh antara Premium dan Pertamax akan membuat masyarakat membeli lagi Premium.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Intervensi penetapan harga baru bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax, Pertamax Plus, dan Pertamax Dex yang dijual PT Pertamina (Persero) oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bertujuan untuk mencegah kembali larisnya penjualan premium di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) milik perseroan.

Menteri ESDM Sudirman Said menyebutkan disparitas harga yang tinggi antara Pertamax dan kawan-kawannya dengan Premium jika penetapan harga baru tidak dibatalkan, akan melonjak signifikan. Sudirman mencatat, saat ini harga premium belum berubah di angka Rp 7.300 per liter. Sementara sesuai rencana Pertamina kemarin, harga Pertamax akan dinaikkan Rp 800 menjadi Rp 9.600, Pertamax Dex Rp 10.550, dan Pertamax Dex Rp 12.200 per liter.

“Tentu ada pertimbangan agar gap tidak terlalu jauh. Tapi kita sadar bahwa harga dan kurs tidak bisa kita kontrol (naik). Jadi nanti Pertamina dalam waktu dekat akan (kembali) mengumumkan (kenaikan) BBM non subsidi,” ujar Sudirman di kantornya, Jumat (15/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pria berkacamata bulat ini mengakui bahwa intervensi harga yang dilakukan pemerintah kepada Pertamina seakan menyalahi Peraturan Presiden Nomor 191 tahun 2014. Aturan tersebut menyebutkan bahwa pemerintah hanya memiliki hak untuk menetapkan harga BBM jenis premium, solar, dan minyak tanah. Sementara untuk BBM non subsidi seperti Pertamax dan BBM industri lainnya menjadi hak Pertamina untuk menetapkan harganya.

“Jadi itulah guna dari perusahaan milik negara, yang tidak hanya semata-mata berjalan sebagai korporasi semata. Namun juga menjadi instrumen negara untuk menjaga kesimbangan perekonomian. Saya yakinkan hal itu tidak akan membebani fiskal,” kata Sudirman.

Merugikan Pertamina

Meskipun bisa menghemat biaya penugasan distribusi premium dengan melakukan intervensi tersebut, namun Sudirman mengaku bahwa Pertamina akan menanggung kerugian dari batal diterapkannya harga baru Pertamax dan sejenisnya mulai hari ini. Sebab menurutnya, harga jual BBM bersubsidi maupun non subsidi ke masyarakat sudah jauh di bawah harga keekonomian.

Untuk menyiasati bertambahnya angka kerugian pasca batalnya kenaikan harga BBM non subsidi tersebut, pemerintah menurutnya tengah menyiapkan sejumlah opsi demi menutupi kerugian. Akan tetapi, ia enggan menjelaskan lebih lanjut opsi yang akan diberikan.

“Untuk sementara membebani Pertamina, tapi sekarang ada diskusi untuk mekanisme kompensasi ke depan. Yang pasti tidak akan membebankan APBN,” katanya.

Dari informasi yang diperoleh, kerugian yang dialami Pertamina dari penjualan BBM bersubsidi ditaksir mencapai Rp 60 miliar per hari. Bahkan, dalam tiga bulan pertama 2015 Pertamina tercatat mengalami kerugian mencapai US$ 28 juta dari penjualan BBM yang dikenal dengan istilah public service obligation (PSO) tersebut. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER