LIPUTAN KHUSUS

Kisah Eks Gubernur BI, Dipecat Sebelum Soeharto Lengser

Deddy Sinaga | CNN Indonesia
Kamis, 21 Mei 2015 12:31 WIB
Di tengah krisis ekonomi dan sebelum Presiden Soeharto lengser ada satu peristiwa yang sebelumnya bikin heboh, yaitu pemecatan Gubernur BI. Mengapa?
Soedradjad Djiwandono (Dok. Pribadi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pada saat Presiden Soeharto menyampaikan pidato pengunduran dirinya tanggal 21 Mei 1998, ada satu sosok yang lekat mengikuti momen bersejarah itu dari jauh. Ia adalah Soedradjad Djiwandono.

Beberapa bulan sebelum Soeharto mundur, Soedradjad adalah Gubernur Bank Indonesia. Tapi pada 11 Februari 1998 Soeharto memberhentikan dia dari jabatannya.

“Kalau bahasa orde baru diberhentikan dengan hormat, tapi menurut saya dipecat,” kata Soedradjad, kepada CNN Indonesia, Kamis (21/5). “Di tengah krisis ekonomi, beliau memberhentikan saya.”

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemberhentian Dradjad, begitu kakak ipar Prabowo Subianto ini akrab dipanggil, terjadi pada saat situasi perekonomian sedang tidak menentu. Situasi perekonomian ini pula yang kelak membuat Soeharto lengser. (Baca: Prahara Ekonomi Menutup Masa Jaya Sang Jenderal Besar)

Dradjad mengenang, Indonesia telah menerapkan blanket guarantee pada 1998 sehingga mulai ada kepercayaan pasar dan mengurangi bleeding atau rush di perbankan. Kebijakan ini di antaranya memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat. 

Hanya saja, kata Dradjad, berbagai aksi demonstrasi antipemerintah semakin ramai. Situasi memburuk setelah pemerintah, atas saran International Monetary Fund (IMF), mengurangi subsidi migas. “Ini trigger meluasnya demonstrasi lalu mengakibatkan pembakaran di mana-mana,” katanya.

Perekonomian Indonesia sendiri memburuk pada 1998. GDP negatif lebih dari 13 persen, padahal sebelumnya masih positif 7-8 persen per tahun. Inflasi sendiri melompat dari single digit menjadi 80 persen dan 80 persen depresiasi rupiah dalam waktu kurang dari 12 bulan.

Keadaan di dunia kerja apalagi. Kata Dradjad, banyak pekerja harian yang dengan mudah kehilangan pekerjaannya. Dia memperhitungkan di Pulau Jawa saja ada tambahan 5 juta pengangguran pada 1998. Ini memperburuk situasi di mana angka kemiskinan sendiri mencapai 11-25 persen dari total populasi.

Tapi pada Mei, Dradjad mengatakan sudah berada di luar negeri. Pasca pemberhentian itu, dia banyak diundang ke berbagai universitas untuk menjelaskan soal pemberhentiannya.

“Pada bulan Mei saya sudah di London, memenuhi undangan teman saya Duta Besar di sana,” katanya. “Kemudian saya ke Singapura, pada saat beliau mengumumkan pengunduran dirinya, saya sedang berada di Singapura.”

Kontroversi Pemberhentian Gubernur BI

Sampai kini tak jelas apa alasan pemberhentian Dradjad. Tetapi media pada 1998 menduga itu ada kaitannya dengan ketidaksetujuan sang gubernur pada usulan currency board.

Usulan ini disampaikan seorang ekonom dari Universitas Johns Hopkins bernama Steve Hanke. Pada saat itu Indonesia menganut sistem floating exchange rate. Tapi nilai tukar rupiah terus memburuk.

Pada Februari 1998, Presiden Soeharto mengundang Hanke jadi penasihat ekonomi. Dia mengusulkan penerapan currency board yang menghubungkan rupiah dan dolar Amerika Serikat pada nilai tukar yang tetap.

Dradjad tak setuju, tapi tak berani mengutarakan pendapatnya secara terang-terangan. “Kalau ditanya wartawan, jawaban saya, itu masih harus dipelajari,” katanya. "Sebagai orang Jawa, Pak Harto mestinya paham maksud saya."

Pada memorandumnya yang menjelaskan soal pro-kontra itu, Dradjad mengatakan apabila nilai tukar dibikin tetap, kalau ada yang mau membeli dolar Amerika Serikat, maka Bank Indonesia harus menyediakan dengan harga itu.

Padahal situasi pada saat itu, kepercayaan masyarakat kepada rupiah sedang turun. Sehingga apabila semua orang hendak membeli dolar maka cadangan devisa harus banyak. Cadangan devisa saat itu tinggal US$ 20 miliar. “Itu enggak cukup,” ujarnya.

Pada akhirnya Dradjad diberhentikan dan ternyata usulan Hanke juga tak dilaksanakan. Jadi, kata Dradjad, tak mungkin masalah currency board jadi alasan pemecatannya. Lantas apa alasan sebenarnya?

Dia menduga itu ada kaitannya dengan penutupan 16 bank pada 1997, di mana tiga di antaranya punya kaitan dengan keluarga Cendana. “Penutupan bank itu seperti mempermalukan mereka, itu pikiran saya, tapi Pak Harto sendiri tak pernah bilang,” ujar Dradjad.

Pertemuan Terakhir dengan Sang Jenderal Besar

Sejak diberhentikan, pertemuan antara Dradjad dan Soeharto terjadi untuk pertama dan terakhir kalinya pada 31 Maret 1998, tak lama setelah Soeharto menyampaikan pidato kenegaraan.

Kebiasaan pada era Orde Baru, setelah kabinet demisioner bersamaan dengan pidato kenegaraan, Presiden akan menggelar makan siang bersama anggota kabinet. Ternyata Dradjad tetap diundang meski tak menjabat lagi.

“Saya dihubungi Pak Moerdiono untuk datang,” kata Dradjad. “Pada saat Pak Wapres Try Sutrisno bicara, dia juga masih menyebut saya, artinya saya masih diakui.”

Tapi pada pertemuan terakhir itu, tak ada pembicaraan antara Dradjad dan Soeharto. Sampai kemudian Dradjad ‘merantau’ ke luar negeri dan kini sudah menetap selama belasan tahun di Singapura, sambil mengajar di Nanyang Technological University. (ded/ded)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER