Distribusi Kacau, Swasembada Pangan Sulit Tercapai

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Senin, 25 Mei 2015 12:25 WIB
"Kalau distribusi tidak merata akan terasa defisit. Kalau begini mungkin belum swasembada, tapi mungkin baru food sufficient," ujar Srie Agustina dari Kemendag.
Menteri Perdagangan Rahmat Gobel (kiri) didampingi Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Srie Agustina (kanan) memimpin rapat koordinasi pengamanan dan pengawasan ketersediaan bahan pokok di Kementerian Perdagangan. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengakui bahwa distribusi pangan di Indonesia masih kacau sehingga defisit bahan pangan terus terasa meski ada beberapa bahan pangan yang produksinya sudah mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Jika pemerintah tidak segera membetulkan hal ini, maka swasembada pangan hanya akan menjadi wacana semata.

"Rantai distribusi pangan yang tidak baik membuat Indonesia harus impor padahal produksi komoditas mencukupi. Contohnya cabai, kita memang sedang mengalami defisit sedikit bukan karena tidak bisa memenuhi tapi karena sistem distribusinya yang tidak sesuai dengan ciri cabai yang rentan cuaca panas dan dingin," ujar Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Srie Agustina di Jakarta, Senin (25/5).

Panjangnya rantai distribusi pangan ini pun tak hanya mempengaruhi cabai, namun juga komoditas lainnya seperti gula. Dengan perbaruan stok gula setiap enam bulan sekali, Kemendag mengakui bahwa terkadang suplai gula setiap bulannya lebih besar dibanding permintaan atau sebaliknya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saat ini kebutuhan gula 2,8 juta ton per tahun, sedangkan produksi gula kita 2,81 juta ton per tahun. Memang surplus sedikit, tapi kami merasa kadang defisit karena ada beberapa bulan yang permintaannya lebih besar dari suplainya karena memang sistem stok dan distribusinya masih kurang baik," lanjutnya.

Ia menambahkan, swasembada pangan terancam tidak tercapai jika masalah distribusi tak segera dikendalikan. Alasannya, Indonesia akan selalu merasa defisit bahan pangan terus menerus meskipun data mengatakan ada peningkatan suplai bahan pangan.

"Seperti kedelai contohnya. Dengan proyeksi kebutuhan tahun ini mencapai 2,5 juta ton, kita masih perlu impor sebesar 1,34 juta ton. Memang satu hingga dua tahun ke depan kita harus bisa penuhi kedelai dari dalam negeri, namun kalau distribusi tidak merata kita akan merasa defisit. Kalau begini kita mungkin belum bisa swasembada, tapi mungkin baru food sufficient dulu," ujarnya.

Pangkas Rantai Distribusi

Di sisi lain, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santoso mengatakan bahwa pemerintah perlu mempersingkat rantai perdagangan pangan agar tak membuat krisis ketahanan pangan, mengingat impor bahan pangan antara 2004 hingga 2014 mencapai 346 persen.

"Masalah distribusi ini harus dibenarkan, bayangkan saja rantai perdagangan beras saja bisa mencapai tujuh hingga delapan kali dari petani ke pembeli. Stok beras kita kini semakin berkurang, kalau distribusi makin parah ya kita tidak bisa mencapai kedaulatan pangan," ujarnya di tempat yang sama.

Menurut data yang dimilikinya, stok beras terus menurun dari angka 6,5 juta ton pada Januari tahun lalu ke angka 5,2 juta ton pada Januari tahun ini. Angka stok yang menurun tersebut, juga diperparah dengan penurunan produksi beras sebesar 0,36 persen. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER