CPO Fund Berlaku Pemerintah Jamin Tak Akan Beratkan Pengusaha

CNN Indonesia
Kamis, 28 Mei 2015 13:34 WIB
Menteri ESDM Sudirman Said akan menerbitkan Peraturan Menteri mengenai Harga Indeks Pasar (HIP) CPO yang akan dijadikan acuan badan usaha.
Menteri Perdagangan Rahmat Gobel (CNN INdonesia/Gentur Putro Jati)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mulai berlakunya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 61 tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit (CPO Supporting Fund) pada 25 Mei 2015 diyakini pemerintah tidak akan memberatkan pengusaha kelapa sawit nasional.

Menteri Perdagangan Rahmat Gobel membenarkan bahwa sesuai aturan baru itu akan ada pungutan yang harus dibayarkan perusahaan pengekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) sebesar US$ 50 per ton dan yang mengekspor produk turunan CPO sebesar US$ 30 per ton.

Selain itu, Pasal 7 aturan yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 18 Mei 2015 itu juga menyebutkan adanya iuran tambahan yang harus dibayarkan oleh perusahaan pemilik kebun sawit.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Tidak memberatkan lah. Sebelum aturannya keluar kan sudah dilakukan sosialisasi dan sudah diketahui dan disetujui pengusaha. Jadi mereka sudah tahu hal itu,” kata Rahmat di kantor pusat PT PLN (Persero), Jakarta, Kamis (28/5).

Meskipun belum bisa menjelaskan perbedaan dari pungutan dan iuran yang tercantum dalam Perpres, namun Rahmat menjamin dana yang akan dikelola oleh Badan Layanan Umum atau Badan Pengelola Dana CPO itu akan dimanfaatkan seluruhnya untuk kepentingan industri kelapa sawit sendiri.

“Teknis pembentukan BLU nya ada di Kementerian Keuangan, bisa cek ke sana sudah mulai apa belum,” kata Rahmat.

Dadan Kusdiana, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menambahkan iuran yang dimaksud dalam Perpres tidak wajib dibayarkan oleh seluruh perusahaan yang mengekspor CPO dan produk turunannya.

“Iuran itu tidak selalu dikutip, lalu tidak ada kaitannya juga dengan ekspor yang dilakukan. Ada parameter perusahaan seperti apa yang harus bayar iuran, ada di dalam Perpres itu,” kata Dadan.

Sesuai pasal 7 Perpres tersebut, dana yang akan dikelola Badan Pengelola Dana bentukan Kementerian Keuangan digunakan untuk pengembangan industri sawit itu sendiri termasuk iuran yang harus dibayarkan perusahaan pemilik kebun kelapa sawit yang besarannya ditetapkan setiap periode tertentu.

“Besarnya iuran ditetapkan berdasar kesepakatan antara Badan Pengelola Dana dengan pelaku usaha perkebunan kelapa sawit. Iuran hanya dikenakan kepada perusahaan pemilik kebun sawit, tidak kepada pekebun kelapa sawitnya,” bunyi pasal 7 Perpres tersebut.

Harga Indeks Pembelian

Menurut Dadan, setelah Perpres CPO Fund terbit maka dalam waktu dekat Menteri ESDM Sudirman Said akan menerbitkan Peraturan Menteri mengenai Harga Indeks Pasar (HIP) yang akan dijadikan acuan badan usaha seperti PT Pertamina (Persero), PT Shell Indonesia, dan perusahaan ritel bahan bakar minyak (BBM) lainnya ketika membeli biodiesel dari produsen. Patokan harga tersebut terkait dengan kebijakan mandatori pencampuran 15 persen biodiesel ke dalam BBM yang dijual peritel BBM berlaku mulai 1 April 2015.

HIP sesuai calon Peraturan Menteri ESDM itu dihitung berdasarkan formula baru, yaitu harga acuan CPO yang diterbitkan oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) ditambah US$ 125 per ton ditambah biaya kirim dari tempat produsen biofuel ke lokasi pengolahan milik Pertamina dan kawan-kawannya.

“Memang lebih rendah, kalau dulu HIP nya US$ 188 per ton tetapi tanpa tambahan biaya kirim. Kalau sekarang US$ 125 tetapi ditambah biaya kirim,” ujarnya.

Terkait teknis pungutan CPO fund sebesar US$ 50 per ton untuk ekspor CPO dan US$ 30 per ton untuk ekspor produk turunannya, Dadan memastikan pungutan tersebut tidak akan dibayarkan perusahaan pemilik kebun sawit dan eksportir bersamaan dengan bea keluar CPO.

Ia menjelaskan saat ini sesuai aturan yang diterbitkan Kementerian Perdagangan, bea keluar 10 persen wajib dibayarkan oleh eksportir CPO ketika harga berada di atas batas US$ 750 per ton. Sementara jika dibawah itu, maka tidak ada bea keluar yang dikutip pemerintah.

“Kalaupun misalnya harga CPO nya jadi US$ 800 per ton, maka bea ekspornya kan jadi US$ 80 per ton. Nah pemerintah yang akan mengatur sebesar US$ 30 atau US$ 50 per ton nya itu disisihkan sebagai CPO fund dan sisanya sebagai bea keluar yang masuk kas negara. Tidak akan ada double charging untuk pengusaha sawit,” kata Dadan.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER