Aturan CPO Fund Telat, Penyerapan Biodiesel Kurang Maksimal

CNN Indonesia
Kamis, 28 Mei 2015 13:06 WIB
Kementerian ESDM memperkirakan penyerapan biodiesel pada tahun ini sekitar 1,7 juta kiloliter (KL), lebih rendah dari target 3 juta KL. 
Rida Mulyana, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM di kantor pusat PT PLN (Persero), Jakarta, Kamis (28/5). (CNN Indonesia/Gentur Putro Jati)
Jakarta, CNN Indonesia -- Terlambatnya penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 61 tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit (CPO Supporting Fund) pada 25 Mei 2015 diyakini berdampak pada tidak maksimalnya penyerapan biodiesel sebagai bahan campuran bahan bakar minyak (BBM) yang ditargetkan 3 juta kiloliter (KL) pada tahun ini.

Pasalnya meskipun pemerintah telah mewajibkan mandatori tersebut mulai 1 April 2015, ternyata kepatuhan perusahaan penjual BBM untuk melaksanakan penugasan tersebut masih rendah karena belum adanya payung hukum selama hampir satu bulan berjalan.

Rida Mulyana, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui bahwa penerbitan Perpres tersebut sedikit terlambat dari yang dijadwalkan karena masalah legalisasi di Kementerian Hukum dan HAM.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Tolong ini jalan dulu, karena kemarin pemerintah memang belum siap dengan aturannya. Tapi tahun depan, ketika kewajiban mandatori jadi 20 persen biodiesel sebagai campuran pasti semuanya akan lancar dari awal tahun,” ujar Rida di Kantor Pusat PT PLN (Persero), Jakarta, Rabu (27/5).

Rida mengaku lebih memilih melihat dampak positif dari diterapkannya kewajiban mandatori bagi industri kelapa sawit dalam jangka panjang. Menurut Rida, dengan kondisi harga minyak kelapa sawit (CPO) yang sampai saat ini masih rendah, tentu akan membantu perusahaan perkebunan sawit nasional dan asosiasi produsen biofuel menjual produknya ke perusahaan macam PT Pertamina (Persero), PT Shell Indonesia, dan PT Total Indonesia yang terkena kewajiban pencampuran 15 persen biodiesel tersebut.

“Jangka panjangnya apa? Pertama, impor BBM berkurang sebanyak 20 persen, hemat devisa, lalu menyelamatkan industri CPO itu sendiri. Saya yakin dengan berkurangnya minat perusahaan sawit menjual produknya ke luar negeri, harga CPO dunia akan naik lagi dan tentu itu menguntungkan bagi mereka,” kata Rida.

Maksimal 1,7 Juta Ton

Dadan Kusdiana, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian ESDM menambahkan instansinya memperkirakan dengan mulai berlakunya aturan CPO fund yang mewajibkan perusahaan perkebunan kelapa sawit menyetor dana US$ 50 per ton untuk CPO dan US$ 30 per ton untuk produk turunannya ketika hendak menjualnya ke luar negeri, maka perusahaan-perusahaan tersebut akan lebih memilih menjualnya ke produsen biofuel dalam negeri.

Dadan melanjutkan memang diperkirakan serapan biodieselnya lebih sedikit dari target awal 2,5 juta ton sampai 3 juta ton. Karena meskipun mandatori sudah berlaku sejak April 2015, namun serapannya masih sedikit akibat aturan CPO fund yang baru terbit Mei ini. Tanpa adanya kewajiban membayar CPO fund, perusahaan kelapa sawit sampai aturan itu terbit masih lebih memilih ekspor.

“Dengan aturan CPO fund ini, saya perkirakan serapan biodieselnya maksimal 1,7 juta kiloliter (KL) dari yang diserap Pertamina yang menjual BBM bersubsidi (PSO pemerintah). Sementara kalau ditambah dengan yang diserap PT AKR Corporindo, Total, dan Shell masih bisa lah mencapai 2,5 juta KL,” ujar Dadan.

Kementerian ESDM menurut Dadan sudah meminta perusahaan swasta ritel BBM untuk menjalankan mandatori sejal April 2015. “Tapi mereka bilang, Pertamina saja belum mencampurkan sesuai mandatori makanya sampai akhir Maret itu biodiesel yang terserap masih sekitar 140 ribuan KL saja,” katanya.

Untuk 2016 ketika pemerintah mewajibkan mandatori campuran biodisel sebesar 20 persen, Dadan berhitung potensi biodiesel yang akan terserap bisa mencapai 6,7 juta ton.

“Karena diberlakukan sejak awal tahun,” katanya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER