Jakarta, CNN Indonesia -- Menguatnya kinerja dolar Amerika Serikat (AS) memberikan sejumlah dampak negatif bagi nilai mata uang sejumlah negara termasuk Indonesia. Pada sesi perdagangan hari ini rupiah ditutup melemah sebesar 101 poin (0,76 persen) ke Rp 13.391 per dolar Amerika Serikat (AS), setelah bergerak di kisaran Rp 13.351-Rp 13.397 per dolar AS.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan Indonesia harus mewaspadai adanya perang kurs (
currency war) di antara negara-negara yang memiliki kekuatan ekspor.
"Justru yang saya lihat, tiga tahun ke depan akan terus ada
currency war karena kalau program peningkatan bunga berjalan berkala akan berdampak ke mata uang negara lain. Mata uang negara lain antara satu dengan lain akan menjaga posisi kompetitif mata uangnya, tentu perlu kita antisipasi," kata Agus saat ditemui di gedung DPR Jakarta, Senin (8/6) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Agus, BI akan tetap menjalankan fungsinya sebagai otoritas moneter dengan terus memantau kondisi pasar keuangan global yang berpotensi memberikan tekanan terhadap pasar Indonesia.
"Ya kita harus jaga stabilitas volatilitas sehingga dapat diterima dan tetap menjaga kepercayaan pasar," ujar Agus.
Namun Menteri Keuangan Bambang P. S. Brodjonegoro punya pendapat lain, ia mengatakan pelemahan tersebut murni akibat ekpektasi pasar terhadap suku bunga acuan bank sentral AS (The Fed) yang mungkin terjadi tahun ini.
"Sekarang bukan
currency war, yang terjadi adalah dolar menguat terhadap segalanya dan itu tidak terelakkan karena tingkat bunga Amerika naik, otomatis uang bergerak ke arah dolar. Itu natural kok," kata Bambang.
Bambang menegaskan pemerintah akan tetap menjaga kondisi fundamental perekonomian dalam negeri.
"Yah kita jaga fundamental. Defisit transaksi berjalan dijaga, defisit anggaran dijaga. Itulah yang harus kita lakukan," katanya.
(ded/ded)