Nilai Tukar Rupiah Saat Ini Dinilai Ideal untuk Genjot Ekspor

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Selasa, 16 Jun 2015 19:35 WIB
Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan diminta untuk mampu menggerakkan ekspor saat rupiah sedang rendah.
Ilustrasi ekspor. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah perlu segera menggenjot ekspor ke berbagai negara strategis yang perekonomiannya sedang pulih dan tumbuh signifikan, serta menetapkan skala prioritas industri ditengah tren perang kurs di antara negara-negara yang memiliki kekuatan ekspor relatif sama.

“Untuk jangka pendek, rupiah dan inflasi makin memperlemah sektor riil. Pada perdagangan pekan lalu rupiah sempat nyaris menembus Rp 14 ribu per dolar Amerika Serikat (AS) yang merupakan level terendah sejak krisis 1998. Kondisi ini membuat pemerintah cemas dan meminta publik mewaspadai perang kurs di antara negara-negara yang memiliki kekuatan ekspor relatif sama,” ungkap Martin Panggabean, Chief Economist & Strategic Investment IGIco Advisory melalui siaran pers, dikutip Selasa (16/6).

Menurut dia, pelemahan kurs yang terjadi dalam beberapa bulan ini masih dalam batas yang wajar. Secara fundamental, pelemahan memang dipicu oleh twin deficit current account and fiscal. Namun kedua defisit tersebut diperkirakan akan membaik. Dalam perhitungan yang dilakukan IGIco terlihat bahwa para pelaku pasar tidak berekspektasi bahwa rupiah akan melemah sampai angka Rp 25 ribu per dolar. Angka ini hanyalah simulasi yang dilakukan beberapa bank di luar negeri untuk stress-testing analysis, dan bukan merupakan proyeksi ataupun ekspektasi riil.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Disamping twin deficit, pelemahan kurs juga didorong oleh competitive devaluation negara-negara tetangga, termasuk Jepang. Banyak negara dengan sengaja memperlemah mata uangnya sekitar 5-15 persen, bahkan Jepang melemah sampai 25 persen. Sedangkan Indonesia hanya mengalami pelemahan riil 10 persen.

“Jika tidak terjadi devaluasi, sulit menggerakkan ekspor kita, terutama CPO dan kakao karena Malaysia melakukan devaluasi juga sebesar 10 persen. Kementerian Pertanian adalah salah satu yang seharusnya bisa memanfaatkan kondisi ini," kata Martin.

Dalam jangka menengah ada harapan yang riil dari sisi ekspor. Ekspor ini yang harus disiapkan oleh Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian KKP dan Kementerian ESDM. Sedangkan Kementerian Perindustrian harus segera menetapkan skala prioritas industri yang harus responsif mendorong kinerja ekspor dalam jangka pendek dan menengah ini.

Beberapa negara seperti Amerika Serikat, India dan Jepang yang perekonomiannya sedang membaik dan tumbuh dijadikan target tujuan peningkatan ekspor. “Jepang dan AS misalnya, yang konsumsi makanan lautnya besar harus menjadi target pasar, sehingga Kementerian Kelautan dan Perikanan memiliki andil besar dalam menggenjot ekspor," ujarnya.

Martin menjelaskan, recovery ekonomi global saat ini memang tidak sinkron. Perekonomian di AS, Jepang dan India saat ini sedang menjadi motor penggerak ekonomi global. Sedangkan perekonomian di negara-negara Uni Eropa cenderung sluggish dan Tiongkok justru melambat.

Namun dia mengingatkan bahwa ekspor dan terkait perdagangan perlu disiapkan khususnya ke negara-negara tersebut. “Dengan Jepang misalnya, IJEPA perlu di-review kembali. Disisi lain, perbankan perlu mewaspadai debitur yang terkonsentrasi melakukan ekspor ke Tiongkok dan Eropa. Tiongkok itu secara historis banyak minta batubara dan hasil tambang mineral, tetapi saat ini harganya juga sedang tidak bagus bagi para eskportir, karena ekonomi Tiongkok sedang melambat," katanya. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER