Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi E-
Commerce Indonesia (idEA) menyatakan kekecewaannya terhadap Kementrian Perdagangan (Kemendag) yang dinilai tidak kooperatif dan transparan dalam penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perdagangan Elektronik.
Asosiasi yang beranggotakan pengelola toko penjualan
online tersebut menyebut selama dua tahun wacana mengenai RPP tersebut bergulir, tidak sekalipun idEA diberikan akses terhadap materi draf ataupun diinformasikan mengenai status dari dokumen tersebut, kendati permintaan secara formal maupun informal sudah disampaikan dalam berbagai kesempatan.
Daniel Tumiwa, Ketua Umum idEA menyebut baru pada Rabu (17/6) kemarin, Kemendag akhirnya mengadakan pertemuan dengan para praktisi industri e-
commerce dalam rangka uji publik terhadap RPP tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Undangan pertemuan untuk melakukan uji publik pun baru dikirimkan kepada asosiasi satu hari sebelum acara berlangsung. Hal ini dirasa sangat janggal mengingat pentingnya pertemuan untuk dihadiri oleh para pelaku industri. Menurut Daniel, yang lebih mengkhawatirkan lagi materi RPP juga tidak diberikan, bahkan setelah pertemuan tersebut berlangsung.
“Kami sangat menyayangkan tindakan dari Kemendag ini. Asosiasi pada dasarnya selalu mendukung rencana pemerintah untuk meregulasi industri. Akan tetapi regulasi tersebut harus dibuat dengan melibatkan para pelaku industri agar mengedepankan para pemain lokal dan kepentingan konsumen di Indonesia,” kata Daniel dikutip dari keterangan pers, Kamis (18/6).
Daniel menilai, pentingnya suatu instansi pemerintah dalam melibatkan pelaku industri yang bakal terdampak suatu regulasi karena aturan tersebut bisa membuat industri meledak atau sebaliknya mati.
Kekhawatiran senada juga disampaikan oleh William Tanuwijaya selaku CEO Tokopedia yang juga Ketua Dewan Pengawas idEA.
“Dalam membangun perusahaan berbasis internet, sejak hari pertama kami harus menghadapi persaingan global. Untuk itu kami memerlukan dukungan pemerintah dalam menciptakan
equal playing field bagi para pemain lokal, bukan regulasi berlebihan yang justru bisa membunuh industri,” kata William.
Jika hal tersebut terjadi, William berpendapat pada akhirnya konsumen dapat memilih untuk menggunakan
platform lain dari belahan dunia manapun, yang belum tentu harus tunduk terhadap regulasi di negara ini.
(gen)