Jakarta, CNN Indonesia -- Para politisi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyebut tim ekonomi kabinet kerja pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) patut mendapatkan rapor merah. Pasalnya selama delapan bulan para menteri ekonomi Jokowi bekerja, sektor tersebut justru menjadi yang paling rawan dan perlu mendapat perhatian lebih.
Penilaian tersebut disampaikan Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Mulfachri Harahap setelah melihat pertumbuhan ekonomi yang berada di bawah 5 persen, jauh dibawah target pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 sebesar 5,7 persen.
"Saya takut nanti saat lebaran, masyarakat menghabiskan simpanan mereka karena kondisi ekonomi terus seperti ini," ujar Mulfachri di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (19/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal serupa diutarakan oleh Wakil Ketua DPR Agus Hermanto. Ia mengatakan kondisi ekonomi Indonesia yang terus menurun akan diperparah dengan cadangan visa Indonesia yang terus terkuras apabila dalam waktu dekat tidak ada perbaikan yang dilakukan oleh para menteri bidang ekonomi.
Kritik ini disampaikan Agus bukan hanya untuk Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil semata. Namun juga ditujukan bagi Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri Perindustrian Saleh Husin, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno, Menteri Perdagangan Rahmat Gobel, dan Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro.
"Perlu untuk meninjau ulang kinerja menteri terkait," ujar Agus.
Saat dihubungkan dengan reposisi kabinet, Politikus Partai Demokrat ini menegaskan hal itu menjadi hak prerogatif Jokowi. Selain itu, ia pun mengatakan tidak ada pihak yang boleh mendorong Jokowi dalam mereposisi jajaran kabinetnya.
Jokowi sebelumnya menyebutkan bahwa penilaian kinerja seluruh kementerian dikategorikan dengan nilai merah, kuning, dan hijau. Menteri Sekretaris Negara Pratikno berpendapat melalui laporan tersebut Presiden ingin tahu kementerian mana saja yang masih harus mendapat pengawalan dan mana saja yang sudah bisa bekerja secara mandiri.
Seperti diberitakan sebelumnya, tiga hari lalu Jokowi meminta tiap kementerian dan lembaga untuk memberikan dua halaman laporan berisi capaian program dalam enam bulan lalu dan rencana program dalam enam bulan ke depan.
Laporan kinerja para menteri ini diminta Jokowi karena isu adanya perombakan kabinet akan dilakukan setelah Lebaran. Beberapa menteri dinilai publik kurang menunjukkan kinerja yang kurang baik. Salah satu yang disoroti adalah menteri di bidang perekonomian karena dinilai tidak cukup responsif menjaga kestabilan harga-harga pokok.
Sementara Pengamat Politik Arbi Sanit menyebut Menteri BUMN Rini Soemarno seharusnya sudah dikeluarkan dari jajaran menteri kabinet kerja. Berbagai isu miring yang menimpa Rini, disebutnya sudah bisa menjadi pertimbangan Jokowi untuk mencopot Rini dari jabatan menteri.
“Karena dia sudah di posisi kontroversi secara publik, presiden dan partai pendukung,” ucap Arbi.
Direktur Indonesian Club Gigih Guntoro menambahkan sudah seharusnya Rini dicopot dari jabatannya karena dinilai melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 17 tahun 2011 tentang Intelejen Negara. Lantaran telah membiarkan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) menjalin kerjasama dengan perusahaan Singapura membangun pusat bank data di negara tersebut.
“UU intelejen negara menjelaskan bahwa barang siapa lalai menjual rahasia negara akan dipenjara selama 7 tahun,” kata Gigih.
Sebelumnya Telkom diketahui menggandeng Singapore Telecommunications Limited (Singtel) untuk membentuk perusahaan patungan Telin Singapore dengan komposisi saham 60 persen dan 40 persen. Perusahaan patungan tersebut nantinya akan membangun data
center di atas lahan seluas 8 ribu meter persegi dengan
gross floor area seluas 20 ribu meter persegi berupa gedung lima lantai.
Data
center yang ditargetkan beroperasi pada kuartal tiga 2016 tersebut diharapkan dapat memperkuat posisi Telin Singapore sebagai
strategic hub bagi Telkom Group yang menghubungkan Indonesia dengan belahan dunia lainnya.
“Siapapun yang ditanya soal peletakan data pemerintah, maka harusnya berada di dalam negeri, dilindungi oleh keamanan ketat negara. Bukan ditempatkan di luar negeri seperti itu,” imbuh Direktur Eksekutif Lembaga Transparani Hendrico.
(gen)