Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) menegaskan perbankan yang memiliki angka kredit macet (Non Performing Loan/NPL) di atas 5 persen tidak bisa mengikuti ketentuan baru mengenai aturan pelonggaran uang muka bagi kredit kepemilikan properti dan kendaraan bermotor.
Direktur Departemen Kebijakan Makro Prudential BI Yati Kurniati, mengatakan bahwa penerapan ketentuan LTV/FTV dan uang muka yang baru akan dikaitkan dengan kinerja bank dalam mengelola kredit/pembiayaan bermasalah.
Hal ini dilakukan sebagai upaya mitigasi risiko, agar pelonggaran yang diberikan tidak serta merta meningkatkan potensi risiko kredit/pembiayaan. Dengan ini, diharapkan agar penyaluran kredit kepada masyarakat dapat berjalan lebih luas namun tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian, baik bagi masyarakat maupun bank.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pelonggaran ini berlaku hanya untuk bank yang total
gross NPL nya di bawah 5 persen dan NPL untuk KPR juga di bawah 5 persen," kata Yati kepada media di Gedung BI Pusat, Jakarta, Rabu (24/6).
"Kalau bank yang NPL nya sudah di atas 5 persen maka dia harus mengikuti ketentuan aturan rasio LTV yang lama. Ini berlaku sama untuk bank konvensional dan syariah," imbuhnya.
Yati menjelaskan, alasan dilonggarkannya aturan makroprudensial tersebut adalah untuk menjaga pertumbuhan perekonomian nasional agar tetap berada pada momentum yang positif melalui peningkatan pertumbuhan kredit.
Sektor properti dan kendaraan bermotor dianggap memiliki
multiplier effect dan
backward linkage yang cukup besar kepada sektor-sektor ekonomi lainnya sehingga dampak lanjutannya diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) per April 2015, perbankan mengalami perlambatan pertumbuhan kredit dan dana pihak ketiga (DPK) yang diikuti dengan kenaikan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL).
Tirta Segara, Direktur Eksekutif, Departemen Komunikasi BI, menyampaikan, misalnya untuk kredit mengalami perlambatan karena menurunnya permintaan kredit akibat dari rendahnya pertumbuhan ekonomi.
Menurut catatan BI, pertumbuhan kredit per April 2015 hanya tumbuh 10,4 persen menurun dari pertumbuhan kredit 11,3 persen per Maret 2015.
Kemudian, DPK tumbuh 14,2 persen per April 2015, dari pertumbuhan 16,0 persen per Maret 2015. Serta, NPL netto naik 0,1 persen menjadi 2,5 persen per April 2015, dari posisi 2,4 persen per Maret 2015.
"Rasio NPL lebih meningkat karena pembaginya tidak imbang yang disebabkan oleh rendahnya penyaluran kredit," kata Tirta, pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, belum lama ini.
Meskipun kinerja bank mengalami perlambatan, namun regulator tetap optimis kedepan pertumbuhan kredit akan naik, jika pemerintah melakukan belanja investasi untuk kegiatan infrastruktur. Pasalnya, ini akan membantu penyaluran kredit bank.