Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Utama PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) Alex J. Sinaga akhirnya membuka alasan utama melakukan aksi korporasi tukar guling saham (
share swap) dengan PT Tower Bersama Infrastucture Tbk (TBIG) dalam rangka monetisasi PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel). Menurut Alex, tidak tepat jika disebut Telkom menjual Mitratel.
“Telkom melakukan aksi korporasi ini untuk menjadi pemain dominan di industri menara melalui
share swap dengan Tower Bersama yang kami anggap sebagai salah satu perusahaan
tower terbuka dan terbaik di Indonesia,” ungkap Alex saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR.
Ia menuturkan, nilai bisnis menara di dorong bukan hanya oleh jumlah (skala), tetapi juga oleh penyewa (tenansi), dan kualitas penyewa, serta independensinya. “Kami memandang bekerjasama dengan
partner yang terbukti unggul merupakan pilihan terbaik sebelum nilai
tower menurun,” katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, saat ini idustri menara di Indonesia pada siklus hiperkompetisi dimana persaingan antar penyedia menara sangat tinggi untuk mengakuisisi
site. Siklus ini biasanya akan diikuti tahapan berikutnya yakni
maturity dimana operator independen sudah semakin besar maka nilai sisa dari menara yang dimiliki operator akan menurun dari waktu ke waktu karena adanya tumpang tindih lokasi dengan site yang dimiliki perusahaan-perusahaan
tower.
“Aksi
share swap itu inisiatif strategi Telkom bukan menjual portofolio bisnis menara, tetapi untuk mengembangkan dengan berinvestasi di perusahaan
tower. Kami ingin menjadi
simpel majority di salah satu
listed tower company untuk mewujudkan strategi menjadi leading operator menara di Indonesia dan regional,” tegasnya.
Chief Innovation and Strategy Officer Telkom Indra Utoyo menambahkan dalam
Conditional Share Exchange Agreement (CSEA) yang dirancang bersama Tower Bersama, ada kesepakatan
undertaking dengan pemegang saham saat ini di Tower Bersama di mana Telkom bisa menjadi
simple majority.
“Tower Bersama berani menjanjikan kepemilikan saham diatas 10 persen. Kita juga tak bisa diatas 50 persen dengan
simple majority, kontrol ada di Telkom tetapi indepedensi tetap terjaga,” jelas Indra.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi VI Nyoman Dhamantra meminta Telkom mencantumkan soal
simple majority tersebut di CSEA karena Tower Bersama memiliki saham di bursa sekitar 40 persen.
“Jika tujuan Telkom ingin menjadi
simple majority, itu harus diperjanjikan dengan jelas di CSEA. Soalnya jika motif itu tidak tercapai, dianggap berpotensi menimbulkan kerugian. Harap diingat, dengan ada
floating shares 40 persen di pasar, bisa saja ada aksi
block shares terhadap saham Tower Bersama,” katanya.
Seperti diketahui, Telkom akan melepas sahamnya di Mitratel secara bertahap kepada Tower Bersama dengan cara
share swap. Tower Bersama akan menguasai 100 persen saham Mitratel dengan kompensasi Telkom memiliki 13,7 persen saham Tower Bersama. Secara bertahap, Telkom bisa menambah sahamnya dengan beberapa syarat. Proses transaksi ini telah bergulir sejak 2014.
Batas akhir CSEA sendiri selesai pada akhir Juni 2015. Tower Bersama telah memenuhi semua syarat yang ada dalam perjanjian, tinggal Telkom harus menuntaskan satu syarat yakni restu dari dewan komisaris agar transaksi bisa berjalan.
(gen)