Jakarta, CNN Indonesia -- Isu pemberian gratifikasi dalam pelaksanaan tukar guling saham PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) antara Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) dengan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk kian mengemuka. Mendekati batas akhir perjanjian bersyarat atau yang dikenal
Conditional Share Exchange Agreement (CSEA) antara kedua perusahaan di akhir Juni esok, beredar 'surat kaleng' yang menyatakan anggota Komisi VI DPR RI memperoleh suap dari dewan direksi jelang Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Telkom pada Kamis (25/6) lalu.
Selain beredar melalui media sosial, sedianya 'surat kaleng' itu juga tersebar luas melalui layanan pesan singkat di kalangan pemerintah, anggota DPR hingga awak media bahkan hingga Sabtu (27/6). Yang menarik, dalam informasinya surat kaleng tadi juga membeberkan bahwa manajemen Telkom telah melakukan praktik suap ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Pengawas Persaingan Usaha, hingga Komisi VI DPR.
Bak bola panas urung
munculnya restu dari Dewan Komisaris Telkom pun seakan kian memunculkan anggapan mengenai adanya sejumlah strategi untuk menggagalkan transaksi bisnis itu. Padahal, rencana yang sudah digulirkan sejak lama itu dinilai akan menjadi katalis pada kinerja perseroan Telkom.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bagi saya ini menyakitkan dan menganggu. Ini karena selama menjadi anggota, DPR selalu menjaga marwah dari lembaga ini," ujar salah satu anggota Komisi VI DPR RI, Aria Bima menjawab isu surat kaleng pada saat membuka pembahasan RDP dengan manajemen Telkom, Kamis (25/6).
Seakan tak terima mendapat tuding, Aria pun lantas mengundang KPK, BPK, direksi, komisaris, dan Menteri BUMN dalam rapat terbuka secara transparan untuk menguji isu miring tersebut. "Kalau perlu dibuat uji publik transparan dan terbuka lalu rapat dengan semua anggota Komisi VI yang kena isu gratifikasi," tukasnya.
Tifatul Sembiring, yang juga anggota Komisi VI dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pun turut meminta isu surat kaleng yang beredar di media sosial tidak ditanggapi serius. Pasalnya, informasi yang disampaikan tersebut belum terjamin kebenarannya.
"Namanya saja sudah surat kaleng, kenapa ditanggapi. Hal yang jelas, Aria Bima sudah klarifikasi di forum ini, dan tegas menyatakan tidak benar," kata Tifatul.
Yang menarik, di tengah upaya permisif tadi Wakil Ketua Komisi VI DPR Azzam Azman meminta klarifikasi langsung kepada Direktur Utama Telkom Alex J. Sinaga mengenai isu miring tersebut. Alex pun langsung menyanggah dengan mengatakan tidak tahu pemberitaan yang dimaksud. "Jangankan uangnya, beritanya saja belum tahu," tegas Alex.
Belakagan, manajemen Telkom memang tengah berupaya menjaga transparansi dari transaksi ini dengan meminta restu kepada Jamdatun, BPKP, BPK, dan KPK. Tiga lembaga pertama dikabarkan telah memberikan sinyal lampu hijau untuk aksi korporasi ini. Sementara jajaran lembaga anti rasuah, yakni KPK menyatakan kajian terhadap rencana tadi sedang berjalan dan direksi Telkom sudah dipanggil namun hasilnya belum diterima.
Padahal, jika semakin lama proses transaksi ini terealisasi membuat Telkom dan Tower Bersama dalam posisi yang tak diuntungkan lantaran aksi korporasi ini dianggap sebagai salah satu katalis dari kinerja kedua perusahaan di masa depan.
(dim/dim)