Jakarta, CNN Indonesia -- Upaya pemerintah merealisasikan program pembangkit listrik berkapasitas total 35 ribu megawatt (MW) masih menemui jalan panjang. Bahkan, Ketua Harian Dewan Energi Nasional (DEN) yang juga Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengakui terdapat tiga hambatan besar yang menggelayuti proyek tersebut.
Pertama, belum padunya kerjasama Pemerintah Pusat dan Daerah dalam hal pengadaan hingga pembebasan lahan.
"Undang Undang No 22 Tahun 2012 sudah efektif, tapi tetap dalam implementasinya masih butuh dukungan daerah karena butuh tapak untuk pembangkit dan transmisi," kata Sudirman di sidang DEN ke-14 di kantor Kementerian ESDM, Senin (29/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua, jelas Sudirman tantangan yang juga harus dihadapi proyek 35 ribu MW ialah tumpang tindih mekanisme perizinan. Ia mengatakan, meski pemerintah pusat telah mengupayakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), tetapi masih terdapat perizinan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah dan instansi lainnya.
Untuk menyelesikan masalah ini, pihaknya pun bersama pemerintah provinsi dan pemerintah kaabupaten/kotamadya akan berkumpul pada 9 Juli mendatang dengan difasilitasi Kementerian Dalam Negeri.
"Sebab itu, dengan kerjasama yang lebih baik kita akan cari solusi," tuturnya.
Hambatan ketiga, lanjut Sudirman, problematika hukum yang rentan dialami jajaran PT PLN (Persero) dalam mengakselerasikan proyek 35 ribu MW.
"Masalah hukum sedang dihadapi kawan kita di PLN sektor lain. Ini mengganggu Presiden. Sebab itu khusus bagaimana menanganinya ke depan," ucapnya.
Sudirman mengatakan, untuk menyelesaikan masalah-masalah tadi Presiden Joko Widodo dikabarkan akan menerbitkan peraturan presiden (Perpres) terkait proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt dalam waktu dekat ini.
Perpres ini, kata Sudirman dinilai akan mengurai sumbatan-sumbatan yang tengah terjadi diantaranya terkait pembebasan lahan, negosiasi harga, proses penunjukan dan pemilihan independent power producer atau perusahaan listrik swasta (IPP), pengurusan perizinan, kinerja pengembang dan kontraktor, kapasitas manajemen project, koordinasi lintas sektor, dan permasalahan sektor.