Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan pemasukan dari sebesar Rp 3,8 triliun pada tahun depan, yang sepenuhnya akan diupayakan dari setoran rutin lembaga keuangan. Sumbangan wajib pelaku industri keuangan diharapkan bisa menutup kebutuhan belanja dan biaya operasional OJK di masa mendatang.
Muliaman D Hadad, Ketua Dewan Komisioner OJK menjelaskan dari total pagu anggaran Rp 3,58 triliun pada tahun ini, hampir separuh anggaran belanja OJK atau 4,73 persen masih mengandalkan suntikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sedangkan sisanya 51,27 persen berasal dari setoran perbankan dan lembaga keuangan.
"Rencananya tahun depan seluruh anggaran OJK akan berasal dari pungutan (industri keuangan)," ujar Muliaman dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI, Selasa (30/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pungutan tersebut, kata Muliaman, nantinya mempertimbangkan proyeksi kenaikan aset perbankan sebesar 13 persen, kenaikan pendapatan usaha dan biaya emisi sebesar 6 persen, serta penyisihan piutang bermasalah 2,7 persen.
Muliaman menuturkan, 39,47 persen dari setoran industri keuangan yang ditargetkan Rp 3,8 triliun pada tahun depan, atau sekitar Rp 1,5 triliun rencananya akan digunakan untuk mendanai sejumlah kegiatan dan pengadaan. Antara lain untuk sewa gedung kantor dan rumah jabatan, pengadaan kendaraan dinas, serta pembelian aset berupa tanah atau gedung kantor atau rumah jabatan.
Selain itu, sebanyak Rp1,25 triliun dialokasikan untuk penguatan kapasitas dan governance OJK dan sisanya untuk mendanai delapan fokus rencana kerja lainnya.
Belum OptimalDi tengah upaya OJK menaikkan anggaran belanjanya pada tahun depan, kualitas belanja OJK ternyata rendah selama patuh pertama tahun ini. Selama Januari-Juni 2015, tercatat OJK baru membelanjakan anggaran sebesar Rp 1,04 triliun atau 29 persen dari total pagu Rp 3,58 triliun.
"Belum optimalnya penyerapan ini disebabkan karena banyak kegiatan yang baru akan dilakukan pada semester kedua," ujar Muliaman.
Selain itu, lanjut Muliaman, rendahnya penyerapan anggaran dikarenakan sebagian besar waktu jatuh tempo pembayaran terpusat di semeter II.
(ags)