Jakarta, CNN Indonesia -- Kiprah Bank Pembangunan Daerah (BPD) di dunia perbankan nasional masih sangat minim. Aset, permodalan, serta penyaluran kredit BPD sangat tertinggal jauh dengan bank swasta dan bank milik pemerintah pusat (BUMN).
Namun pertumbuhan aset dan dana pihak ketiga yang dimiliki bank pemerintah daerah tidak bisa dianggap remeh. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, total aset Bank Pembangunan Daerah (BPD) sampai dengan Desember 2014 mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu sebesar 13,01 persen (yoy) dari Rp 389,964 triliun menjadi Rp 440,691 triliun, hanya berada sedikit di bawah industri yang pertumbuhannya mencapai 13,34 persen.
Pertumbuhan ini ditopang oleh meningkatnya total DPK yang tercatat naik 16,77 persen dari Rp 287,709 triliun menjadi Rp 335,957 triliun, lebih tinggi dari industri yang hanya 12,29 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kuartal I 2015, total aset BPD mencapai Rp 498 triliun, total kredit Rp 304 triliun, dan total DPK Rp 410 triliun.
Sementara itu, total kredit BPD sepanjang 2014 tercatat naik 13,95 persen dari Rp 264,541 triliun menjadi Rp 301,456 triliun, lebih tinggi dari pertumbuhan industri sebesar 11,65 persen. Sebagian besar masih berupa kredit konsumtif sebesar 68 persen.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan, jika seluruh aset BPD digabung maka akan menjadi menjadi bank terbesar nomor 13 dari sisi aset di kawasan ASEAN.
"Kalau ke-26-nya di-
merger bisalah bersaing di Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)," ujar Heru di Gedung OJK, Jakarta, Jumat (22/5).
Transformasi Demi Daya SaingOJK dan Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) telah menyusun kerangka program transformasi terhadap Bank Pembangunan Daerah (BPD). Heru mengatakan kerangka program transformasi tersebut berkaitan dengan aspek bisnis, risiko, dan pendukung, seperti sumber daya manusia.
Menurutnya, transformasi ini diperlukan lantaran kontribusi BPD terhadap pembangunan daerah masih rendah. Hal ini tercermin dari relatif kecilnya pangsa kredit produktif yakni sebesar 26 persen. Selama ini, pangsa kredit di BPD didominasi dengan kredit konsumtif.
Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri, Reydonnyzar Moenek, mengatakan program transformasi tersebut untuk merevitalisasi peran BPD. Menurutnya, kinerja BPD selama ini tergolong baik. Namun, karena ada keterbatasan baik dari sisi permodalan, sehingga belum mampu kontribusi secara signifikan dalam membangun perekonomian daerah.
"Kredit terbatas sektor konsumtif, bukan produktif. Belum kenal diverisifikasi apakah produk, layanan. Akan kami dorong ke sana," kata Reydonnyzar.
Selain itu, terbatasanya sumber daya manusia, infrastruktur serta modal juga menjadi kendala dalam memajukan BPD. Atas dasar itu, Kemendagri sebagai pembina kepala daerah termasuk pengelolaan keuangan daerah berencana akan menyusun Memorandum of Understanding (MoU) dengan OJK berkaitan dengan penguatan peran BPD ini.
"Kami ingin BPD jadi bank yang kuat, berdaya saing yang tinggi serta harus mampu memberi kontribusi signifikan bagi ekonomi daerah," kata Reydonnyzar.
Kerangka program transformasi BPD ini akan diluncurkan pada 26 Mei mendatang di Istana Negara. Menurut Heru, selain OJK dan Asbanda, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) selaku pembina kepala daerah yang notabene pemilik dari BPD juga akan turut hadir.
"Kami berencana meluncurkan kerangka program transformasi BPD pada 26 Mei mendatang," katanya.
(ded/ded)