Jakarta, CNN Indonesia -- PT Pertamina (Persero) melansir total utangnya hingga Juni 2015 mencapai US$ 16,6 miliar atau setara Rp 215,8 triliun, yang terdiri dari utang jangka panjang US$ 3 miliar dan utang obilgasi US$ 8,3 miliar.
"Kalau dilihat dari aset yang mencapai US$ 50,3 miliar, jadi masih seimbang. Saat ini rasio aset (
debt to equity ratio) kami masih 33,77 persen," ujar Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto di hadapan anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kamis (2/7).
Berbekal catatan itu, Dwi mengatakan Pertamina masih berencana mencari pendanaan baru dalam rangka meningkatkan kinerja perseroan. Sayang, mantan Bos PT Semen Indonesia Tbk ini enggan merinci jumlah pinjaman yang tengah dicari manajemen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami mungkin butuh tambahan utang baru. Khususnya yang berkaitan dengan pendanaan kilang karena 50 persen minyak kami impor. Jadi akan kami dorong untuk menambah kapasitas dan meningkatkan proyek di
upstream," kata Dwi.
Selain melanjutkan ekspansi, Dwi menuturkan Pertamina juga akan meneruskan program efisiensi menyusul masih rendahnya harga minyak dunia. Satu diantaranya dalam hal pengadaan minyak impor dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri.
"Dari pemindahan pertama (pasca Petral), kami dapat
benefit sampai 100 persen. Jadi lebih efisien ketika pengadaan minyak tidak lagi dari Petral," tutur Dwi.
Sebelumnya, Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro mengklaim, hingga akhir Mei 2015 Pertamina telah menghemat US$ 172 juta melalui pelaksanaan
breakthrough project perusahaan.
"Di tengah masa sulit industri migas seperti saat ini, upaya-upaya efisiensi menjadi penting untuk terus-menerus dilakukan. Melihat perkembangan pencapaian dalam lima bulan pertama, kami optimistis target tersebut dapat dicapai," kata Wianda.
(ags)