Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan tidak akan mengikuti langkah Australia, Irlandia, dan Perancis yang memberlakukan aturan kemasan rokok polos (
plain packaging) untuk menekan konsumsi rokok di dalam negeri.
“Merek ini kan hak intelektual (pelaku usaha) yang juga harus kita lindungi,” kata Menteri Perdagangan Rahmat Gobel di kantornya, Jakarta, Kamis petang (2/7).
Menurut Rahmat, apabila Indonesia memberlakukan kebijakan yang sama maka akan ada potensi peningkatan rokok ilegal atau palsu. Perlu diketahui, kemasan rokok polos adalah kotak kemasan dengan warna seragam disertai dengan peringatan ancaman kesehatan. Di kemasan tersebut, produsen tidak bisa menaruh logo atau jenis huruf khas merek dagang karena jenis hurufnya telah ditentukan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Yang dikhawatirkan bisa jadi barang palsu akan banyak masuk ke Indonesia karena siapa saja bisa memproduksi nanti,” tutur Rahmat.
Indonesia sendiri bersama Honduras, Republlik Dominika dan Kubo telah melayangkan gugatan atas kebijakan kemasan rokok polos Australia ke Organisasi Perdagangan Dunia (
World Trade Organization/ WTO) pada 1 Juni lalu di Jenewa, Swiss.
Gugatan tersebut juga melibatkan 36 negara lain sebagai pihak ketiga. Sejauh ini, 20 negara pihak ketiga telah mengambil sikap dengan delapan negara menyatakan mendukung penggugat, tujuh negara tidak mendukung, dan lima negara menyatakan netral.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional (KPI) Bachrul Chairi menjelaskan kewajiban menggunakan kemasan polos produk rokok telah mencederai hak anggota WTO di bawah perjanjian
Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS) dimana konsumen berhak mengetahui produk yang dikonsumsi dan produsen berhak menggunakan merek dagang tanpa hambatan yang tidak berdasar.
“Misalnya kalau kita punya
brand, kalau Mercedes sama Bajaj kan kita sudah tahu kualitasnya. Jadi hak untuk men-
distinguish, untuk membedakan produknya, itu hilang dengan adanya kebijakan kemasan rokok polos ini,” kata Bachrul.
Selain itu, lanjut Bachrul, berdasarkan penelitian dan praktik terbaik di dunia cara mengurangi jumlah konsumsi rokok adalah dengan menaikkan tarif cukai. “Kalau tarif cukai dinaikkan, permintaan turun,” kata Bachrul.
Surati Pemerintah SingapuraLebih lanjut, Bachrul menyebutkan Kemendag juga akan meminta pemerintah Singapura untuk menahan rencana memberlakukan standardisasi kemasan rokok di negaranya seperti yang disampaikan Kementerian Kesehatan Singapura pada acara
public hearing dengan Health Committee pada 12 Maret lalu. Penerapan aturan tersebut perlu ditahan paling tidak hingga WTO menyampaikan hasil gugatan kemasan rokok polos Australia.
“Kami akan minta Duta Besar kita menyampaikan hal ini agar Singapura menahan diri dulu untuk menerapkan aturan plain
packaging ini,” kata Bachrul.
Sebagai informasi, ekspor produk tembakau Indonesia ke Singapura pada 2014 mencapai US$ 139,99 juta atau turun 9,66 persen dibanding periode sebelumnya US$ 154,96 juta.
(gen)