Jakarta, CNN Indonesia -- Manajemen PT Garuda Indonesia Tbk menyatakan siap menanggung kerugian hingga Rp 8,5 miliar menyusul insiden kebakaran yang terjadi di JW Lounge, Terminal 2E, Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Minggu (5/7) lalu.
"Saya hitung lagi sama CFO (Chief Financial Officer) saya (kerugiannya) Rp 8,5 miliar," kata Direktur Utama Garuda Arif Wibowo dalam sebuah acara di Jakarta, Jumat (10/7) malam.
Arif menegaskan lantaran sampai saat ini belum ada perjanjian dengan PT Angkasa Pura II (APII) selaku operator bandara, pihaknya akan menanggung kerugian akibat peristiwa tersebut. Pun maskapai penerbangan pelat merah itu siap menggelontorkan sejumlah dana pengganti untuk memperbaiki fasilitas bandara yang rusak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Sementara yang menanggung kerugian maskapai. Saya kan sudah bayar,
refund (tiket) dari kita," ujarnya.
Baca juga:
Garuda Bakal jadi Anak Emas di Terminal 3 Soekarno-Hatta
Lebih lanjut Arif mengungkapkan, kerugian atas peristiwa itu selayaknya ditanggung bersama dengan operator bandara, atau tidak hanya dibebankan maskapai. Berangkat dari hal itu, Arif pun mempertanyakan keberadaan standar keamanan di bandara sehingga memungkinkan peristiwa yang mengakibatkan puluhan jadwal penerbangan internasional itu terganggu.
"Proses investigasinya harus lengkap, ada aspek
safety sebaiknya
safety bandara dulu (yang dilihat), ada standarnya atau tidak? Terus (apabia ada standarnya) kejadian kemarin itu sesuai standar
safety bandara atau tidak?," katanya.
Di kesempatan yang berbeda, Direktur Bandar Udara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Agus Santoso tak menampik bahwa kebakaran yang terjadi di JW Lounge akibat kealpaan pihak operator bandara yakni AP II dalam memanfaatkan area insiden.
Agus mengungkapkan pada waktu dibangun yakni di medio 1985, area tersebut awalnya hanya diperuntukkan untuk lalu lalang penumpang, bukan untuk area bisnis.
“Karena desain awalnya itu sebagai tempat passage di situ tidak ditemukan adanya
fire detector, springer dan lain sebagainya,” kata Agus di kantornya.
Kementerian Perhubungan juga menemukan respon penanganan yang kurang baik kala terjadi peristiwa akibat tidak dipenuhinya standar penangan insiden kebakaran. Salah satu temuannya adalah alat pemadam kebakaran yang telah kadaluarsa.
"Beberapa alat pemadam yang ringan itu
expired, tabung yang biasa mestinya berwarna merah supaya
eye-catching dan sudah luntur menjadi krem," ujarnya.
Sayangnya, pihak regulator penerbangan nasional masih terkesan menganakemaskan operator bandara dengan hanya mengirimkan surat teguran kepada AP II. Sementara itu, maskapai diketahui menjadi pesakitan kerap diancam bakal dicabut izin usahanya apabila tidak memenuhi ketentuan harus menanggung kerugian materiil atas keterlambatan penerbangan atas insiden itu.