Jakarta, CNN Indonesia -- Perusahaan konstruksi, PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) memperoleh kontrak senilai Rp 6,1 triliun sepanjang paruh pertama tahun ini, atau hanya 32,62 persen dari target perseroan selama setahun, senilai Rp 18,7 triliun.
Sekretaris Perusahaan Adhi Karya Ki Syahgolang Permata mengatakan, realisasi kontrak baru tersebut diraih mayoritas berasal dari lini bisnis konstruksi sebesar 86 persen sedangkan sisanya sebesar 14 persen merupakan proyek-proyek dari lini bisnis lainnya.
"Berdasarkan segmentasi sumber dana, realisasi kontrak baru terdiri dari swasta atau lainnya sebanyak 49 persen, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tercatat 15 persen, sementara APBN/APBD sebesar 36 persen," ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (13/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu pada tipe pekerjaan, lanjutnya, perolehan kontrak baru terdiri dari gedung sebanyak 58 persen, jalan dan jembatan 29 persen, sedangkan dermaga serta infrastruktur lainnya sebesar 13 persen.
"Hingga bulan Juni 2015, ADHI telah mengikuti total tender sebanyak Rp 21,7 triliun. Dan sepanjang Juni 2015, selain realisasi perolehan kontrak baru tersebut di atas, terdapat Rp 448 miliar yang telah ditetapkan pemenang dan Rp 598 miliar merupakan penawar terendah," jelasnya.
Ia menjelaskan, realisasi kontrak baru di bulan Juni 2015 antara lain proyek pembangunan Rusun Jawa Timur sebesar Rp 128 miliar, proyek Pekerjaan Lanjutan Sarana Air Bersih Sistem Perkotaan Tahap III Dinas PU Kabupaten Berau sebesar Rp 160,4 miliar dan proyek-proyek lainnya.
Untuk diketahui, target perolehan kontrak baru sebesar Rp 18,7 triliun, dimana lini bisnis jasa konstruksi ditargetkan meraih perolehan kontrak baru sebesar Rp 16,1 triliun, lini bisnis EPC sebesar Rp 460,1 miliar, pada lini bisnis Properti Realti sebesar Rp 1,7 triliun, dan lini bisnis precast concrete Rp 389,4 miliar.
Sedangkan dari jenis pekerjaan, proyek gedung diperkirakan sebanyak 39 persen, jalan dan jembatan sebesar 34 persen dan sisanya adalah proyek infrastruktur lainnya.
"Total pendapatan usaha di tahun 2015 direncanakan sebesar Rp 13,8 triliun, dan laba bersih di tahun 2015 ditargetkan sebesar Rp 504,7 miliar," jelas Ki Syahgolang.
Analis PT Investa Saran Mandiri Kiswoyo Adi Joe mengatakan kinerja Adhi Karya memang sedang memburuk dan kalah saing dari sesama perusahaan konstruksi BUMN lainnya. Pasalnya, dua BUMN konstruksi lain yaitu PT Waskita Karya Tbk (WIKA) dan PT Wijaya Karya Tbk (WSKT) mampu mencapai kontrak baru hingga Rp 9 triliun.
"Kayaknya memang sedang payah, kita harus menunggu kinerja Adhi Karya pada kuartal III. Masalahnya WIKA dan Waskita kontraknya cukup tinggi," ujarnya ketika dihubungi CNN Indonesia.
Ia menjelaskan, jika hingga kuartal III perolehan kontrak baru Adhi Karya tidak sampai 75 persen dari target, hal itu berarti perseroan memang mengalami kinerja yang buruk. "Sebentar lagi mereka (ADHI) juga mau right issue. Kita lihat saja bagaimana pengelolaan dananya," ujar Kiswoyo.
Analis PT Pemeringkat Efek Indonesia Guntur Tri Hariyanto mengatakan realisasi kontrak ADHI yang rendah tersebut, 33 persen dari target tahun ini, seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi pada tahun ini.
"Banyak pihak yang melakukan penundaan pekerjaan proyek, terutama sehubungan dengan kebijakan moneter kita yang masih ketat dan dibarengi juga dengan program kebijakan fiskal yang juga ketat, di tengah dorongan inflasi yang meninggi karena kebijakan kenaikan harga energi, seperti BBM," ujarnya.
Di sisi lain, lanjutnya, realisasi belanja pemerintah begitu lambat, selain memang perlu perubahan nomenklatur APBN yang cukup menghabiskan waktu, pemerintah memang juga belum bekerja secara efektif dan maksimal.
"Di tambah saat ini juga semakin meluasnya ketakutan pejabat pengguna anggaran untuk aktif bekerja, karena takut suatu saat nanti diusut kasus korupsi, seiring dengan semakin banyaknya pejabat di masa lalu yang dikenakan kasus korupsi karena kebijakan-kebijakan yang diambil," ungkapnya.
Kinerja ADHI, kata Guntur, sebenarnya juga merefleksikan kinerja industrinya, yang memang secara umum mengalami perlambatan pencapaian nilai kontrak. Diharapkan di semester 2 2015 kontrak-kontrak akan semakin banyak yang ditenderkan, terutama kontrak dari pemerintah sehubungan program-program pembangunan infrastruktur.
"Untuk sektor swasta, mungkin akan ada juga pergerakan, dengan telah dilonggarkannya kredit kepemilikan rumah oleh BI, meski belum akan banyak mendorong sektor swasta," jelasnya.
Dengan skenario yang ada hingga saat ini, menurut Guntur sektor swasta lebih banyak menunggu membaiknya daya beli masyarakat. Tetapi, ia menilai tentunya hal tersebut membutuhkan stimulus yang lebih banyak dari pemerintah terlebih faktor ekspor pada perekonomian masih belum bisa membaik.