Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah tak akan tergesa-gesa menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) penugasan sekalipun tren pelemahan harga minyak dunia berlanjut. Harga jual premium dan solar akan dipertahankan guna mengompensasi kerugian Pertamina yang sebelumnya tercipta ketika harga minyak tinggi.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengaku telah berdiskusi dengan manajemen Pertamina guna merumuskan pengelolaan harga BBM. Perundingan tersebut telah mempertimbangkan kecenderungan turun harga minyak dan potensi pelemahannya di masa mendatang, serta faktor depresiasi kurs.
"Tetap saja posisi kita harus melihat perkembangan dengan cermat, dan jangan lupa selama beberapa waktu lalu Pertamina menanggung kerugian karena kita punya kebijakan ingin menstabilkan harga," ujarnya usai halal bihalal di gedung Kementerian ESDM, Rabu (22/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sekalipun harga minyak dunia turun drastis, Sudirman mengatakan pihaknya tidak akan terburu-buru menurunkan harga BBM guna mengkompensasi kerugian Pertamina.
"Itu adalah wujud konsistensi pemerintah dalam mengelola masalah subisidi. Kalau ada yang meragukan konsistensi kami ya kami akan jalan terus. Tapi di satu sisi masyarakat akan dibantu untuk menstabilkan cara mereka mengelola ekonomi," jelasnya.
Seperti dijelaskan sebelumnya, lanjut Sudriman, jika harga minyak terus turun atau terdeviasai dari batas yang ditetapkan, maka selisih positifnya akan ditabung untuk menutup kerugian Pertamian ketika nantinya naik.
"Saat ini sedang kita hitung kerugian Pertamina selama ini dan tahapan ke depannya untuk kompensasi," jelasnya.
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) melansir telah menemui kesepakatan dengan pemerintah terkait upaya menutup selisih rugi penjualan BBM ke masyarakat.
Seperti dikutip dari Reuters, harga minyak mentah dunia jatuh pada Rabu (22/7) setelah data industri menunjukkan persediaan minyak mentah AS naik pada pekan lalu. Padahal, sebelumnya persediaan diperkirakan turun.
Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September diperdagangkan 68 sen lebih rendah pada US$ 50,18 per barel, setelah pada sesi sebelumnya ditutup 42 persen lebih tinggi.
(ags)