Jakarta, CNN Indonesia -- Penerimaan negara di sektor pajak hingga 31 Juli 2015 belum terlalu menggembirakan. Pasalnya dari target ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 sebesar Rp 1.294,258 triliun, realisasi penerimaan pajak baru mencapai 41,04 persen atau Rp 531,11 triliun.
Itu artinya Direktorat Jenderal Pajak harus mengejar 58,96 persen atau Rp 763,14 triliun lagi hingga akhir tahun.
Akibat melemahnya harga minyak dan gas di pasar global, penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Non Migas menjadi satu-satunya sektor yang mencatatkan pertumbuhan 13,55 persen dibandingkan periode yang sama di 2014.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan data yang tercatat pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sampai dengan 31 Juli 2015, penerimaan PPh Non Migas adalah sebesar Rp 293,521 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 258,486 triliun.
"Pertumbuhan PPh Non Migas merupakan suatu anomali di tengah penurunan pertumbuhan sektor pajak lainnya. Sebagai salah satu instrumen yang mencerminkan pertumbuhan kesejahteraan dan sisi kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak, pertumbuhan ini cukup tinggi, sehingga menambah optimisme bagi DJP untuk terus berupaya mencapai target penerimaan pajak," ujar Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito dalam keterangan pers dikutip Kamis (6/8).
Sigit juga menilai penerapan penegakan hukum khususnya pencegahan ke luar negeri dan penyanderaan (gijzeling) wajib pajak cukup efektif untuk meningkatkan PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi. Tercatat per 31 Juli PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi DJP sudah mengumpulkan Rp 3,853 triliun naik 24,93 persen dibandingkan periode yang sama di 2014 sebesar Rp 3,084 triliun.
Sementara untuk pajak badan atau PPh Pasal 25/29 Badan, dengan pertumbuhan 18,12 persen, atau sebesar Rp 99,915 triliun dibandingkan periode yang sama di 2014 sebesar Rp 84,584 triliun.
"Pertumbuhan ini dipicu oleh tingginya pelunasan PPh Pasal 29 dari salah satu sektor unggulan, yakni sektor keuangan," katanya.
Pajak Barang Mewah MelemahNamun penurunan penerimaan terjadi pada pos pajak barang mewah atau PPnBM. Melemahnya konsumsi atas barang mewah yang berdampak pada penurunan pertumbuhan PPnBM Dalam Negeri 14,09 persen atau sebesar Rp 5,235 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp 6,093 triliun.
Penurunan terbesar PPnBM Dalam Negeri dipicu oleh kebijakan Pemerintah yang menghapus beberapa barang dari daftar barang mewah yang wajib dikenakan PPnBM.
Penurunan pertumbuhan yang besar juga dicatatkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yakni 46,84 persen atau sebesar Rp 558,07 miliar dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp 1.049,73 miliar.
Salah satu penyebab penurunan pertumbuhan PBB adalah belum terealisasinya pemindahbukuan dari rekening Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke rekening penerimaan pajak.
Selain itu, diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 267/PMK.011 tahun 2014 tentang Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi Pada Tahap Eksplorasi juga turut berkontribusi pada penurunan pertumbuhan PBB.
(gen)