Jakarta, CNN Indonesia -- Adanya pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dinilai bakal mengganggu kinerja pasar surat utang (obligasi) Indonesia. Pada pekan ini, pergerakan harga obligasi diprediksi berada di rentang 25 hingga 120 bps.
Kepala Riset PT NH Korindo Securities Reza Priyambada mengatakan tampaknya pelemahan yang terjadi di pasar obligasi mulai berkurang dan diharapkan pelemahan yang terjadi dapat terbatas maupun berkurang sehingga harga obligasi dapat kembali menguat.
“Akan tetapi, harapan tersebut haruslah sejalan dengan sentimen yang positif yang juga kami harapkan dapat terjadi di pekan depan,” ujarnya dalam riset, Minggu (9/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyatakan pihaknya masih mencermati, terutama terkait pergerakan laju rupiah yang dapat menghambat harapan tersebut. Tampaknya, kata Reza, pelaku pasar akan lebih memfokuskan diri pada rilis data-data ekonomi serta pergerakan rupiah yang kian mengkhawatirkan.
“Kemungkinan laju harga obligasi akan bergerak dengan rentang kurang lebih masih akan sama di kisaran 25 hingga 120 bps. Untuk itu, tetap cermati perubahan dan antisipasi sentimen yang ada,” jelasnya.
Reza mengingatkan, Lelang Surat Berharga Syariah Negara dalam mata uang Rupiah akan dilakukan oleh Pemerintah pada hari Selasa, 11 Agustus 2015. Jumlah indikatif yang dilelang sebesar Rp 2,5 triliun untuk memenuhi sebagian dari target pembiayaan dalam APBN 2015 dengan lima seri.
Pertama, Seri SPN-S05022016 (new issuance) dengan pembayaran imbalan secara diskonto dan jatuh tempo pada tanggal 5 Februari 2016. Kedua, Seri PBS006 (reopening) dengan pembayaran imbalan sebesar 8,25 persen dan jatuh tempo pada tanggal 15 September 2020;
Ketiga, Seri PBS007 (reopening) dengan imbalan sebesar 9,00 persen dan jatuh tempo pada tanggal 15 September 2040. Keempat, Seri PBS008 (reopening) dengan imbalan sebesar 7,00 persen dan jatuh tempo pada tanggal 15 Juni 2016. Kelima, Seri PBS009 (reopening) dengan imbalan sebesar 7,75 persen dan jatuh tempo pada tanggal 25 Januari 2018.
Terkait laju obligasi di sepanjang pekan ini, menurutnya masih melanjutkan pelemahan seiring belum adanya sentimen positif yang dapat dijadikan pegangan positif bagi pasar. Ia menilai adanya kecenderungan penurunan pada pasar obligasi global, yang secara tidak langung mempengaruhi laju pasar obligasi di dalam negeri.
“Apalagi sentimen dari laju rupiah terus menghantui gerak obligasi dalam negeri. Kondisi yang adanya pun di pekan kemarin kurang lebih sama di mana maraknya sentimen negatif membuat pelaku pasar cenderung melakukan aksi jualnya meski tidak sederas pekan sebelumnya,” jelasnya.
Di sisi lain, lanjut Reza, melemahnya laju rupiah juga turut menghambat pasar obligasi dapat bergerak positif. “Tidak hanya pada obligasi pemerintah, pada obligasi korporasi laju yield cenderung meningkat tipis seperti yang terjadi dengan rating AA dimana di pekan sebelumnya di kisaran 10,65 persen-10,75 persen untuk tenor 9-10 tahun. Namun, di pekan kemarin pergerakannya cenderung naik berada di kisaran 10,68 persen-10,77 persen,” ungkapnya.
(gir/gir)