Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) merombak sejumlah menteri Kabinet Kerja dinilai positif terhadap perekonomian Indonesia. Ide-ide baru untuk memperbaiki ekonomi nasional yang melambat di tengah perlambatan ekonomi global mutlak diperlukan dari para menteri baru tersebut.
Namun Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia Akhmad Syahroza mengingatkan, siapa pun menteri yang akan mengisi pos ekonomi nanti harus tetap bertarung dengan pelemahan harga minyak. Oleh karena itu para menteri ekonomi baru nantinya, harus bisa mencari siasat baru meningkatkan penerimaan negara menyesuaikan dengan kondisi tersebut.
Akhmad mengatakan dengan mematok perkiraan produksi di kisaran 800 ribu hingga 830 ribu barel per hari (bph) dan prediksi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di level Rp 13 ribu - Rp 13.400, pemerintah dinilai masih dapat menjadikan sektor hulu migas sebagai kontributor terbesar pada penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang menjadi catatan sekarang adalah bagaimana pemerintah menyiasati harga minyak mentah Indonesia atau ICP (Indonesia Crude Price) di tengah melimpahnya stok minyak di negara-negara pengekspor dan turunnya demand (permintaan) minyak dunia. Karena sedikit banyak penentuan ICP juga melihat kondisi minyak global," ujar Syahroza saat dihubungi CNN Indonesia, Rabu (12/8).
Asal tahu, dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016, pemerintah memproyeksikan patokan ICP tahun depan bergerak di level US$ 60 sampai US$ 70 per barel. Angka ini terbilang masih di bawah posisi ICP di medio 2014 yang sempat menyentuh angka US$ 100 per barel.
Dengan begitu, mantan Deputi Keuangan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) ini mengatakan tak ayal fenomena masih rendahnya harga minyak akan mengancam potensi PNBP dari sektor hulu migas di bawah tim ekonomi baru.
"Tapi jika Pemerintah bisa menyusun strategi yang tepat soal upaya peningkatan produksi migas, maka bisa aman. Apalagi jika produksi gas kita yang diprediksi 1,1 sampai 1,3 juta barel setara minyak tahun depan bisa dioptimalkan," tuturnya.
(gen)