Jakarta, CNN Indonesia -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 2,65 persen pada sesi perdagangan I hari ini ke level 4.499. Hal tersebut justru terjadi jelang pengumuman para menteri baru Kabinet Kerja di Istana Kepresidenan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa saat lagi.
Direktur Bursa Efek Indonesia (BEI) Syamsul Hidayat mengatakan terdapat beberapa sentimen baik dari luar negeri maupun dalam negeri. Ia mengatakan, bobot sentimen yang lebih besar saat ini berasal dari luar negeri, terkait devaluasi Yuan oleh pemerintah China.
“Bobot terbesar sentimen dari global, karena secara fundamental, perusahan kita tidak begitu ada masalah,” jelasnya di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (12/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu terkait sentimen dalam negeri, Samsul mengatakan adanya isu
reshuffle menteri ekonomi kabinet pemerintahan Joko Widodo dinilai belum terlalu dianggap berpengaruh. Ia menilai, saat ini investor cenderung mencari aman.
“Saya tidak tahu seberapa besar bobotnya isu itu, intinya ketidakpastian itu membuat beberapa investor mencoba cari jalan aman dulu,” ungkapnya.
Ia mengatakan, jika pelemahan tersebut disebabkan oleh BEI sebagai regulator penyelenggara perdagangan maka pihaknya akan lakukan pengembangan. Intinya, kata Samsul, pasar tidak akan diintervensi oleh bursa.
“Bursa maupun regulator lainnya tidak akan intervensi terhadap perkembangan di pasar. Karena itulah ‘
beauty’-nya pasar modal. Kekuatan itu hanya dari permintaan beli dan jual,” katanya.
Kepala Riset PT First Asia Capital David Sutyanto mengatakan pada siang ini IHSG dan bursa saham dunia melemah karena pemerintah China menurunkan nilai Yuan. Menurutnya, hal tersebut menjadi ketakutan pasar, karena bakal berdampak ke level rupiah.
“Yang ditakutkan pasar adalah rupiah kita yang terus turun hingga 13.800 dan beberapa pihak bilang sudah mencapai Rp 13.900 per dolar,” jelasnya saat dihubungi CNN Indonesia.
Sementara itu, David menilai rencana reshuffle kabinet oleh Presiden Joko Widodo sempat direspon positif. Namun, lanjutnya, karena sentimen dari kebijakan pemerintah China dinilai lebih kuat, maka indeks melemah.
“Rencana
reshuffle tadinya direspons positif. Tapi karena China lebih ‘galak’, jadi sekarang kita fokus ke China,” ungkapnya.
Ke depannya, David menilai kinerja pasar keuangan dan bursa saham bakal mengalami masa suram. Pasalnya, efek devaluasi Yuan bakal terus berpengaruh hingga pelaku pasar bisa menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut.
(gen)