Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memimpin Indonesia selama 10 bulan. Pengamat Ekonomi Yanuar Rizky menilai arah kebijakan ekonomi Indonesia sejak masa transisi peralihan kekuasaan dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sampai saat ini tidak rasional.
Semangat pemerintahan Jokowi menjadi ‘pembeda’ dari rezim sebelumnya dengan melakukan perbaikan fundamental ekonomi secara agresif dan memasang target-target ambisius dinilai Yanuar sebagai langkah yang kurang tepat di tengah kondisi eksternal maupun internal yang tengah bergolak.
"Ibarat memainkan partitur lagu dangdut dalam sebuah orchestra. Kebijakan yang diambil tidak cocok dengan keadaan yang terjadi," ujar Yanuar kepada CNN Indonesia, Kamis (13/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam berbagai kesempatan, pemerintah kerap menuding gejolak ekonomi global sebagai penyebab ekonomi domestik mengalami kontraksi. Menurut Yanuar, itu merupakan fakta yang saat ini terjadi, di mana fundamental ekonomi Indonesia selama ini selalu dipengaruhi oleh permasalahan eksternal.
Namun, lanjutnya, solusi yang seharusnya diutamakan untuk diambil pemerintah adalah melakukan mitigasi risiko ketimbang menunjukkan sikap keberanian melakukan perubahan. Ia mencontohkan salah satu kebijakan yang kurang tepat waktu penerapannya adalah dengan mencabut subsidi dan membangun proyek-proyek infrastruktur.
Seharusnya, kata Yanuar, tim ekonomi Jokowi tidak tutup mata terhadap kondisi eksternal yang terjadi dengan memberikan masukan kebijakan yang mengedepankan skala prioritas kepada majikannya.
"Situasi dan kondisinya berbeda dengan dulu. Jangan terjebak karena hanya ingin jadi pembeda," katanya.
(gen)