Jakarta, CNN Indonesia --
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan menjadikan kawasan Batam sebagai salah satu Kota Gas di Indonesia selain Surabaya.
Meski begitu, jajaran Kementerian yang dipimpin oleh Sudirman Said ini mengaku masih menghadapi banyak kendala untuk bisa merealisasikan program tersebut.
“Kita tidak bisa memungkiri (bahwa) ketersediaan infrastruktur dan permasalahan mengenai pembangunan infrastruktur masih menjadi tantangan. Tapi kalau pun dikerjakan sungguh-sungguh dan konsisten saya pikir bisa," kata IGN Wiratmaja, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) saat dihubungi CNN Indonesia, Jumat petang (21/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diketahui, dalam rangka menjadikan Batam sebagai Kota Gas Kementerian ESDM telah menunjuk PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) sebagai akselerator dari beberapa proyek gas bumi.
Dua diantaranya ialah proyek pengadaan jaringan distribusi gas bumi untuk rumah tangga (jargas) sebanyak 4.000 sambungan rumah (sr), serta pembanganunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) yang nantinya digunakan untuk menyalurkan gas ke seluruh lapisan pembeli meliputi kalangan industri, komersial, rumah tangga hingga sektor transportasi.
Wiratmaja menjelaskan, selain bersih dan aman pemanfaatan gas bumi juga diyakini mampu menekan angka penggunaan bahan bakar minyak (BBM) yang selama ini menjadi momok lantaran masih disubsidi khususnya untuk produk solar.
Dengan memanfaatkan gas bumi, ia menambahkan masyarakat dapat pula menghemat pengeluaran lantaran harga jual gas bumi jauh lebih murah ketimbang BBM atau gas minyak bumi cair (liquefied petroleum gas/LPG).
"Upaya pemanfaatan gas bumi ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari program konversi BBM ke BBG yang sudah dimulai sejak beberapa waktu lalu. Jadi akan sangat positif manfaatnya jika program ini kita teruskan," tutur Wiratmaja.
Mengutip hasil riset Kementerian ESDM, keuntungan yang bisa dirasakan dari penggunaan gas bumi sebagai sumber energi rumah tangga adalah penghematan di sisi pos pengeluaran bulanan masyarakat.
Dari beberapa kota yang telah menggunakan jargas, cetus Wiratmaja biaya pengeluaran atas pembelian gas bumi masyarakat dalam sebulan bisa berada di kisaran Rp 30 ribu sampai Rp 40 ribu. Sedangkan jika menggunakan LPG 3 kg, tuturnya angka pengeluaran dapat mencapai Rp 80 ribu per bulan dengan pembelian sekitar 3 sampai 4 tabung.
Sementara untuk proyek pengadaan SPBG, Wiratmaja berharap badan usaha dan investor di Batam juga dapat bekerja sama dengan PGN untuk pembangunannya.
Dukungan investor ini dibutuhkan agar pengembangan SPBU tidak lagi membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), serta bisnis PGN dan PT Pertamina (Persero).
"Karena jika hanya mengandalkan APBN atau BUMN saja pasti akan lama. Jadi kalau mau mempercepat harus ada dukungan dari swasta dan pemerintah akan mengakomodir jika ada yang mau berinvestasi," tandas guru besar Institut Teknologi Bandung (ITB) ini.
Di kesempatan berbeda, Direktur Utama PGN, Hendi Prio Santoso menegaskan bakal sepenuhnya mendukung rencana pemerimtah dalam rangka meningkatkan pemanfaatan gas bumi di Indonesia.
Ini mengingat dengan terus menurunnya angka produksi minyak mentah Indonesia, gas bumi bisa dinilai dapat menjadi salah satu sumber energi alternatif.
"Apalagi Indonesia juga memiliki kandungan gas yang cukup besar. Jadi sudah seyogyanya harus dimanfaatkan secara optimal khususnya untuk peningkatan ekonomi di dalam negeri," cetus Hendi beberapa waktu lalu.
(dim/gen)