Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Keuangan menegaskan kejatuhan rupiah tidak terlalu berdampak signifikan terhadap beban utang pemerintah meskipun sekitar Rp 722 triliun atau 28 persen dari total utang pemerintah ditarik dalam denominasi dolar AS.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan mencatat total utang pemerintah hingga saat ini mencapai Rp 2.850 triliun.
Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro menjelaskan pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) telah menyiapkan langkah antisipasi jika penguatan dolar menimbulkan gejolak di pasar uang dan surat berharga negara (SBN) dalam kerangka
Bond Stabilization Framework (BSF). Antara lain dengan menyiapkan dana untuk membeli kembali (
buyback) obligasi negara jika sewaktu-waktu investor melepas kepemilikannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemudian BI juga ikut membantu kita di penguatan SBN khususnya di pasar sekunder, di samping tentunya operasi mereka di penguatan nilai tukar. Jadi itu bentuk kerjasama kita," ujar Bambang di gedung DPR, Selasa (25/8).
BSF, kata Bambang, bisa dimanfaatkan jika dana yang disediakan pemerintah untuk buyback saham tidak cukup.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pembiayaan Pengelolaan Risiko, Robert Pakpahan menyebut pemerintah telah menyediakan dana sebesar Rp 3 triliun untuk buyback obligasi negara dari investor.
Menurut Robert, dari total utang pemerintah sebesar Rp 2.850 triliun, 54 persen atau sekitar Rp 1.539 triliun merupakan utang rupia. Sisanya terbagi ke daplam beberapa denominasi, yakni dolar AS sebesar 28 persen atau sekitar Rp 722 triliun, Yen sebesar 9 persen atau sekitar 256 triliun, dan Euro 3 persen 85,5 triliun.
"Berarti yang (utang dolar AS) 28 persen itu ada (risiko), bisa naik lah," tuturnya di Jakarta, Senin (24/8).
(ags/ags)