Jakarta, CNN Indonesia -- Reforminer Institute mendesak pemerintah segera menurunkan harga jual bahan bakar minyak (BBM) menyusul anjloknya harga minyak dunia hingga menyentuh level US$ 38,3 per barel.
"Saya kira akan anomali jika harga minyak sudah level terendah, namum pemerintah tidak juga menurunkan harga jual BBM. Apalagi ketika harga BBM jenis premium sendiri sudah tidak menerima subsidi," ujar Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute di Jakarta, Selasa (25/8).
Selain menurunkan harga BBM, Komaidi menilai pemerintah juga harus memanfaatkan momentum ini untuk menambah cadangan minyak nasional.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk itu, Komaidi menambahkan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) perlu menginstruksikan badan usaha milik negara (BUMN) yang memiliki fasilitas kilang penyimpanan tak terpakai untuk menampung stok minyak tersebut.
"Kapan lagi kita bisa beli minyak dengan harga rendah seperti sekarang. Kalau tidak sekarang, tentunya kita akan kehilangan momentum di tengah meningkatnya konsumsi BBM yang terus meningkat," tuturnya.
Untuk itu, lanjutnya, Kementerian ESDM harus membahas usulan tersebut bersama DPR. Komaidi yakin, DPR akan memberi lampu hijau jika pemerintah mampu membangun komunikasi politik yang baik dan menjanjikan transparansi dalam pengadaan stok minyak nasional.
"Ini karena anggaran negara itu bukan seperti anggaran rumah tangga. Kalau saya Menteri, tentunya saya akan mulai membuka komunikasi dengan DPR untuk usulan ini meski sedikit melanggar aturan. Toh, upaya menahan harga jual Premium yang selama ini dilakukan pemerintah juga sebenarnya telah menyalahi UU APBN," tuturnya.
Asal tahu, meski harga minyak dunia kian mengalami tren pelemahan sejak awal Agustus 2015 pemerintah tidak juga menurunkan harga BBM jenis premium dan solar yang dijual di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Bahkan, dengan tetap menahan harga solar subsidi pada level Ro 6,900 per liter, harga BBM yang bersifat public service obligation tersebut jauh lebih mahal ketimbang solar industri yang tak disubsidi.
Sebelumnya, Menteri ESDM, Sudirman Said menerangkan kebijakan untuk menahan harga jual dimaksudkan sebagai upaya pemerintah dalam rangka menutupi selisih rugi Pertamina dari penjualan BBM pada saat harga minyak dunia bertengger di level US$ 60 per barel.
Pasalnya, dari upaya menahan harga jual yang dilakukan sejak beberapa bulan lalu Pertamina mengklaim mengalami kerugian hingga Rp 12 triliun.
(dim)