Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempertanyakan dasar perhitungan asumsi Indonesian Crude Price (ICP) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 sebesar US$ 60 per barel.
Pasalnya, seiring dengan tren anjloknya harga minyak dunia yang saat ini telah berada dibawah US$ 40 per barel pemerintah dinilai naif jika mematok acuan ICP pada level tersebut.
"Pemerintah harus cermat menganalisa meski tidak ada satu pun orang yang bisa secara tepat memprediksi harga minyak. Kalau salah, dampaknya akan terasa pada turunnya penerimaan negara dan kami sebagai mitra kerja Kementerian ESDM tidak mau disalahkan karena sudah menyepakati asumsi yang dibuat pemerintah," ujar Anggota Komisi VII Ramson Siagian dalam Rapat Kerja dengan Kementerian ESDM di Gedung DPR, Rabu (26/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di kesempatan yang sama, anggota Komisis VII dari fraksi Gerindra Aryo Djoyohadikusumo juga meminta Kementerian ESDM terus mencermati sejumlah sentimen global yang turut mempengaruhi fluktuasi harga minyak. Ini dimaksudkan agar pemerintah dapat menentukan strategi dan kebijakan dengan tepat tatkala terjadi fluktuasi harga.
"Kemarin kita lupa menganalisa faktor fundamental seperti efek kesepakatan nuklir Iran hingga kejatuhan bursa China akibat perlambatan ekonomi. Karena selain meningkatnya jumlah pasokan, pada dasarnya faktor-faktor tadi juga menjadi penyebab turunnya harga minyak dunia akhir-akhir ini," kata Aryo.
Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menegaskan pemerintah masih berpatokan dengan asumsi harga minyak Indonesia di level US$ 60 per barel karena telah memiliki perhitungan secara periodik.
"Kalau kita lihat sebelumnya, ekstrim 8 bulan naik 16 persen. Tapi dalam 6 bulan juga bisa turun," ujar Sudirman.
Meski begitu mantan Bos PT Pindad (Persero) ini mengatakan instansinya akan terus berkoordinasi dengan Menteri Keuangan untuk memperoleh hitungan yang lebih realistis terkait asumsi harga minyak Indonesia di 2016.
"Kalau sekarang harga minyak dunia jatuh, saya sepakat. Tapi hari ini bukan kondisi final, kita masih melihat ada kemungkinan naik atau turun. Pasalnya, kata Menkeu akan ada asumsi yang realistis nantinya," cetusnya.
Seperti yang diketahui, harga minyak mentah dunia jenis WTI per 26 Agustus 2015 sekitar US$ 39,31 per barel. Sementara harga minyak mentah jenis Brent sekitar US$ 43,21 per barel.
(gen)