Faisal Basri Sebut Ekonomi Indonesia Sakit Jantung

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Kamis, 27 Agu 2015 15:39 WIB
"Jika sangat rentan terhadap gejolak eksternal, berarti daya tahan ekonomi Indonesia sangat rapuh. Fundamental lemah," kata Faisal Basri.
Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A).
Jakarta, CNN Indonesia -- Begitu rentannya perekonomian Indonesia terhadap pengaruh eksternal, bagi Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri hal tersebut menandakan ada masalah fundamental dalam struktur ekonomi negara. Faisal bahkan menyebut ekonomi Indonesia tengah mengalami sakit jantung yang kronis.

Ia mengibaratkan gejolak ekonomi global sebagai virus yang bergentayangan di sekitar tubuh ekonomi Indonesia. Apabila daya tahan tubuh prima, maka virus tersebut tidak akan mudah menyerang dan membuat sakit. Sementara jika mudah terserah virus, hal tersebut menurutnya ada yang bermasalah di dalam tubuh.

“Jika sangat rentan terhadap gejolak eksternal, berarti daya tahan ekonomi Indonesia sangat rapuh. Mudah diombang-ambingkan oleh embusan dari luar. Bank Sentral Amerika Serikat baru saja mewacanakan kenaikan suku bunga, kita sudah muntah darah berkepanjangan,” kata Faisal dikutip dari kajiannya, Kamis (27/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia kemudian memberikan contoh lain, ketika beberapa waktu lalu Yunani mengalami gagal membayar utang-utangya, Indonesia juga terkena imbasnya. Lalu saat China mendevaluasi yuan, kebijakan tersebut langsung membuat pasar modal dan rupiah masuk angin.

Oleh karena itu, Faisal meminta pemerintah untuk mencari akar dari masalah ekonomi yang rentan tersebut.

“Pertama, jantung perekonomian amat lemah. Kemampuannya menyedot dan memompakan darah amat rendah,” kata Faisal.

Ia menambahkan kemampuan menyedot darah tercermin dari besarnya dana pihak ketiga perbankan yang hanya 40 persen dari PDB. Sedangkan kemampuan memompakan darah terlihat dari besarnya kredit perbankan yang hanya 35,6 persen PDB.

“Bandingkan dengan negara tetangga di ASEAN yang kebanyakan di atas 100 persen,” tegasnya.

Menurutnya jantung ekonomi Indonesia tidak akan berfungsi optimal jika financial inclusion index Indonesia masih teramat rendah.

“Jumlah kantor bank saja hanya 20.118, melayani penduduk yang berjumlah 250 juta lebih. Sementara hanya 36 persen orang dewasa yang terhubung dengan layanan perbankan dan lembaga keuangan lainnya,” kata Faisal.

Hal seperti itu menurut Faisal seharusnya telah diketahui oleh pemerintah. Sebab Indonesia telah mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi dan kemerosotan ekspor memasuki tahun keempat. Nilai tukar rupiah pun terus mengalami kecenderungan melemah sejak empat tahun silam setelah mencapai titik terkuatnya Rp 8.460 per dolar pada 2 Agustus 2011.

“Jadi tidak ada yang baru dan serba mendadak. Bedanya, belakangan ini pemburukan mengakselerasi. Tak usah menyalahkan pihak atau faktor luar sebagaimana kerap diklaim oleh Menteri Keuangan dan Bank Indonesia. Kalau memang murni faktor eksternal, mengapa Indonesia terpuruk sedemikian dalam dibandingkan Vietnam, Filipina, dan Thailand?” katanya. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER