Usulan Asumsi APBN 2016 Dinilai Makin Tak Realistis

Giras Pasopati | CNN Indonesia
Selasa, 15 Sep 2015 19:36 WIB
Nilai tukar rupiah, harga minyak Indonesia, dan pertumbuhan ekonomi menjadi sejumlah target dalam RAPBN 2016 yang harus direvisi.
Nilai tukar rupiah, harga minyak Indonesia, dan pertumbuhan ekonomi menjadi sejumlah target dalam RAPBN 2016 yang harus direvisi. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay).
Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah pengamat menilai asumsi makro yang diusulkan pemerintah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 semakin sulit direalisasikan imbas tak menentunya perekonomian global.

Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Atmajaya A. Prasetyantoko mengatakan program pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan RAPBN 2016 disusun saat situasi belum berubah seperti saat ini.

“Sebenarnya ada hal-hal positif seperti berhasil dalam menghadapi ketimpangan sosial dan masyarakat desa. Namun secara umum Nawacita dan APBN disusun berbeda dengan situasi yang aktual. Kondisi global berbeda dan sulit diprediksi,” ujarnya di Jakarta, Selasa (15/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, tantangan eksternal saat ini dinilai lebih sulit dari saat RAPBN 2016 disusun. Salah satu yang jadi sorotan dunia sekarang adalah perkembangan ekonomi China yang kian tidak menentu.

“China sulit ditebak. Kalau pertumbuhan China melemah, maka implikasinya akan sulit bagi kita. Saya pesimistis ekonomi global bisa tumbuh di atas 3 persen. Dan jika tahun ini Indonesia tumbuh di level 4,7 persen, maka tahun depan akan sulit bisa mencapai 5,5 persen,” jelasnya.

Perkembangan ekonomi China yang tidak bisa diraba berimbas pada kemerosotan harga minyak dunia. Jika ekonomi China melemah, maka permintaan komoditas juga akan merosot termasuk minyak.

“Kita juga selaku eksportir komoditas juga pasti terkena imbas. Namun jika harga minyak turun, di sisi lain subsidi kita bisa ditekan,” jelasnya.

Beban Rupiah

Sementara dari asumsi nilai tukar rupiah, Prasetyantoko menilai target APBN 2016 di level Rp 13.800 per dolar akan sulit dicapai. Ia menjelaskan, secara fundamental, level rupiah saat ini seharusnya tidak selemah realitasnya.

“Nilai tukar ini memang kalau dihitung secara fundamental harusnya Rp 12.500 sampai Rp 13 ribu per dolar. Tapi saat ini kan sudah Rp 14 ribu dan cenderung melemah. Hal ini susah diprediksi,” jelasnya.

Ekonom CORE Indonesia Akhmad Akbar Susamto mengingatkan bahwa bagaimanapun arah kebijakan fiskal yang dibuat pemerintah melalui APBN tidak dapat berdiri sendiri dalam mengatasi berbagai masalah terkait perekonomian nasional.

“Di luar urusan fiskal masih ada hal-hal lain yang juga sangat penting bagi upaya mendorong laju perekonomian. Mulai dari stabilitas nilai tukar rupiah, harga domestik hingga deregulasi dan debirokratisasi,” ujarnya.

Akhmad menilai, sinergi dan integrasi antara kebijakan fiskal dan non-fiskal ini menjad kunci penting dalam mengatasi berbagai masalah perekonomian nasional yang kompleks. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER