Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai surplus neraca perdagangan yang terjadi pada Agustus 2015 sebesar US$ 433,8 juta tidak memberikan dampak yang signifikan bagi ekonomi nasional.
Pasalnya menurut Darmin, neraca perdagangan bukan satu-satunya faktor yang bisa membantu penguatan rupiah dan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Darmin menyebut untuk memperbaiki ekonomi negeri diperlukan katalisator lain seperti peningkatan ekspor, penyerapan anggaran pemerintah yang optimal, hingga meningkatnya nilai investasi di dalam negeri.
“Situasi yang berjalan ini bukan dipengaruhi faktor kecil-kecil tadi (surplus neraca perdagangan) melainkan memerlukan perubahan yang terus menerus. Jadi sekarang ukurannya adalah apakah kita konsisten," cetus Darmin di kantornya, Rabu (16/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Darmin mengatakan untuk meningkatkan nilai tukar rupiah dan pertumbuhan ekonomi, pemerintah akan mendorong ekspor serta mengoptimalkan belanja negara.
Selain itu pemerintah juga bakal terus mengundang investasi dari luar maupun dalam negeri, di samping menjaga harga pangan agar tidak menimbulkan tingkat inflasi yang tinggi.
"Ini proses yang harus dilakukan terus menerus. Dan itu harus (dijalankan) bersama-sama (bukan hanya surplus neraca perdagangan)," kata Darmin.
Seperti diketahui dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia sepanjang Agustus 2015 mengalami kelebihan (surplus) sekitar US$ 433,8 juta.
Meski begitu jika dibandingkan dengan capaian bulan sebelumnya, neraca perdagangan Agustus turun US$ 1,33 miliar dibandingkan dengan perolehan bulan sebelumnya.
Sedangkan jika dikalkulasi secara kumulatif nilai ekspor Indonesia selama periode Januari-Agustus 2015 hanya mencapai US$ 102,52 miliar, atau turun sebesar 12,7 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Pemerintah sendiri masih enggan menyimpulkan bahwa kondisi ekonomi Indonesia dapat dikatakan aman menyusul adanya surplus neraca perdagangan Agustus.
"Situasi memang begini, ini adalah dampak yang terjadi sejak 2007-2008 yang dapat bagian positifnya, enaknya sampai 2011. Setelah itu di 2012 dapat gak enaknya. Tapi semua itu adalah bagian dari proses yang akan positif. Tapi bukan berarti dengan (surplus) kita akan menguat, belum tentu," tandasnya.
(gen)