Bonus Produksi Panas Bumi Ditetapkan Maksimal 1 Persen

CNN Indonesia
Rabu, 16 Sep 2015 20:11 WIB
Bonus produksi merupakan komponen bagi hasil pemanfaatan energi panas bumi yang akan diterima pemerintah kota atau kabupaten.
Bonus produksi merupakan komponen bagi hasil pemanfaatan energi panas bumi yang akan diterima pemerintah kota atau kabupaten. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa).
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah telah mengantongi beberapa opsi terkait persentase komponen bagi hasil kegiatan pertambangan panas bumi, atau yang umum dikenal dengan istilah bonus produksi.

Dari hasil rapat yang digelar antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kemarin, persentase pengalokasian bonus produksi mengerucut di angka 0,5 persen dan 1 persen.

"Anggaplah 1 persen. Jika satu persen dari revenue, maka seluruh perusahaan termasuk Chevron, Pertamina Geothermal Energy (PGE) yang sudah produksi paling kena Rp 8 miliar atau Rp 7 miliar," ujar Yunus Saefulhak, Direktur Panas Bumi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) di Jakarta, Rabu (16/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bonus produksi merupakan komponen bagi hasil pemanfaatan energi panas bumi yang akan diterima pemerintah kota atau kabupaten dari pengembangan wilayah kerja panas bumi (WKP) yang berada di wilayah teritorialnya.

Seperti halnya First Tranche Petroleum (FTP) pada metode bagi hasil dari pertambangan minyak dan gas bumi (migas), alokasi bonus produksi nantinya akan diambil dari gross revenue atas setiap penjualan listrik yang dihasilkan pembangkit berbasiskan energi panas bumi (PLTP), sebelum pendapatan tadi dikurangi biaya produksi.

Terkait penyisihan bonus produksi, Yunus bilang komponen ini akan diambil dari jatah pemerintah pusat sehingga tidak merugikan kontraktor.

Meski begitu, ia tak menampik bahwa dengan menyisihkan bonus produksi pendapatan pemerintah pusat dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Panas Bumi akan berkurang.

"Ya kalau ditotal-total (bonus produksi) paling hanya Rp 35 miliar per tahun untuk semua Pemerintah Daerah. Angka ini terhitung kecil jika dibandingkan pendapatan (panas bumi) dalam setahun yang mencapai Rp 680 miliar, tapi semua keputusan ada di tangan Menteri Keuangan," tutur Yunus.

Demi Daerah

Yunus menjelaskan, adanya pemberian bonus produksi tak lepas dari usulan beberapa Pemerintah Daerah yang menilai bahwa pemanfaatan energi panas bumi di wilayahnya urung memberikan dampak yang signifikan pada perekonomian daerah.

Selain itu katanya, pengalokasikan bonus produksi juga dimaksudkan agar di dalam pengembangan panas bumi di Indonesia tak menggunakan mekanisme hak partisipasi atau participating interest (PI) seperti yang berlaku di industri migas.

Walau akan mengubah jumlah penerimaan bagi Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan kontraktor, Yunus mengungkapkan bahwa formula baru bonus produksi telah diterima oleh semua pihak.

"Jadi bonus produksi ini khusus untuk daerah penghasil saja. Jadi daerah penghasil selain dapat 32 persen tapi dapat bonus produksi juga," tandasnya.

Asal tahu, selama ini pendapatan dari setiap penjualan energi panas bumi menjadi listrik atau net operation income (NOI) dibagi dengan komposisi 34 persen untuk negara dan 66 persen lainnya untuk kontraktor, setelah dikurangi biaya produksi.

Dari bagian negara sebesar 34 persen, selanjutnya akan dibagi dengan komposisi 20 persen untuk Pemerintah Pusat dan 80 persen untuk Pemerintah Daerah. Sementara untuk jatah Pemerintah Daerah dengan besaran 80 persen tadi, nantinya kembali dipecah dengan pembagian porsi 16 persen untuk Pemerintah Provinsi, 32 persen untuk Pemerintah Kabupaten tempat WKP dikembangkan, dan 32 persen lainnya untuk beberapa Pemerintah Daerah yang tercatat berada di provinsi tersebut.

Sementara sampai saat ini pengembangan panas bumi di Indonesia baru mencapai 1.438,5 Megawatt (MW) dari potensi yang ditaksir mencapai 28 ribu MW.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER