Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah memberlakukan ketentuan rasio utang terhadap modal atau
debt to equity ratio (DER) sebagai dasar pengenaan pajak penghasilan (PPh) badan sebesar 4:1 mulai tahun depan.
Pengecualian diberikan ke sejumlah sektor usaha, antara lain perusahaan-perusahaan pertambangan minyak dan gas (migas) serta pertambangan umum pemegang kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan.
Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri keuangan (PMK) Nomor 169/PMK.010/2015 tentang Penentuan Besarnya Perbandingan Antara Utang dan Modal Perusahaan Untuk Keperluan Penghitungan Pajak Penghasilan, yang terbit pada 9 September 2015.
"Ketentuan mengenai perbandingan utang dan modal dimaksud berlaku sampai dengan berakhirnya kontrak atau perjanjian tersebut," ujar Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro seperti dikutip dari salinan PMK Nomor 169/PMK.010/2015 yang diterima CNN Indonesia, Kamis (17/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
(Baca: Setelah 31 Tahun Menkeu Batasi Utang Perusahaan Pengurang PPh)Selain sektor pertambangan, Menkeu mengatakan pengecualian juga diberikan bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor perbankan, jasa pembiayaan dan asuransi, serta infrastruktur.
Selain itu, ketentuan DER 4:1 ini juga tidak berlaku bagi WP badan yang seluruh penghasilannya sudah dikenakan PPh Final.
Apabila besar utang perusahaan melampaui ketentuan DER 4:1, Menkeu menegaskan biaya pinjaman yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang PPh hanya empat kali dari jumlah modal.
Biaya utang yang dimaksud Menkeu adalah bunga pinjaman, diskonto dan premium utang, biaya tambahan pinjaman, beban keuangan dalam sewa pembiayaan, biaya imbalan sebagai jaminan pengembalian utang, dan selisih kurs pinjaman asing.
"Dalam hal Wajib Pajak mempunyai saldo ekuitas nol atau kurang dari nol, maka seluruh biaya pinjaman Wajib Pajak bersangkutan tidak dapat diperhitungkan dalam penghitungan penghasilan kena pajak," tulis Menkeu dalam beleidnya.
(ags/gen)