Jakarta, CNN Indonesia --
Bank Indonesia (BI) menegaskan tidak ingin kasus Bank Century yang merugikan negara terulang kembali dalam proses penanganan bank gagal berdampak sistemik di kemudian hari. Untuk itu, BI menilai perlu ada payung hukum yang jelas untuk mengatur kriteria bank berdampak sistemik atau Sytemically Important Bank (SIB) berupa Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (RUU JPSK).
"Dalam UU JPSK juga akan ditetapkan, apa yang masuk di SIB, size-nya berapa, dan sebagainya. Ini ditetapkan dalam kondisi normal. Jangan sampai uang negara jatuh ke bank yang manajemennya tidak bagus, tidak, hati-hati," ujar Deputi Gubernur BI Hendar Harahap di Gedung DPD, Senin (28/9).
Menurut Hendar, paradigma utama yang dikedepankan dalam menetapkan SIB adalah manajemen yang baik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal tersebut menyangkut pula tingkat permodalan dan rencana resolusi ketika terjadi masalah likuiditas.
"Dia harus jaga permodalan, punya resolution plan, agar jangan ada moral hazard."
"Pengalaman Century memberikan pelajaran berharga. Penetapan siapa yang perlu dibantu itu mutlak," katanya menambahkan.
Beli Obligasi Negara
Ketika penanganan krisis, pemerintah dimungkinkan menerbitkan surat berharga negara (SBN) melebihi rencana di APBN.
Hendar menjelaskan, penerbitan obligasi negara tersebut dalam rangka untuk pendanaan penanganan kondisi tidak normal atau untuk penanganan bank berdampak sistemik.
"BI dapat membeli SBN. Pembelian dari pemerintah dapat dilakukan di pasar perdana," tuturnya.
SBN yang dibeli, lanjut Hendar, bersifat tradable atau dapat diperdagangkan. SBN tersebut juga dapat membeli SBN dari LPS untuk penanganan bank SIB.
(dim/dim)