Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) kembali mendesak pemerintah untuk segera membuka keran ekspor bauksit guna meningkatkan produksi sekaligus menyelamatkan nasib pekerja tambang. Tak hanya itu, APB3EI menilai pemberian izin ekspor mineral juga akan menguntungkan pemerintah dari sisi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang bakal meningkat.
Ketua Umum APB3I, Erry Sofyan mengatakan dengan dibukanya keran ekspor akan mengihudpkan kembali industri tambang bauksit yang sempat berhenti pasca terbitnya Undang-Undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba). Dia optimistis, dengan kebijakan ini maka sektor tambang akan mampu mampu kembali menyerap tenaga kerja hingga 40 ribu orang.
"Dalam kondisi perekonomian nasional saat ini, pembukaan keran ekspor bauksit oleh pemerintah diyakini dapat membangkitkan kembali usaha pertambangan bauksit yang sedang terpuruk dan dapat menambah penerimaan devisa. Penetapan kuota produksi dan ekspor bauksit sebesar 40 sampai 50 juta ton per tahun dengan harga US$ 40 per ton juga akan memberikan kontribusi terhadap perbaikan perekonomian Indonesia yang saat ini sedang mengalami kelesuan," tutur Erry dalam keterangan resminya, Jumat (2/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Erry menambahkan menyusul implementasi UU Minerba yang mewajibkan pelaku usaha pertambangan melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri, banyak pengusaha bauksit diklam telah melakukan upaya peningkatan nilai tambah (hilirisasi) sebelum komoditasnya di ekspor ke luar negeri.
(Baca juga: Ada Rusia dan Hatta Rajasa di Balik Kebijakan Minerba?)
Ini lantaran produk bauksit yang diekspor sampai dengan 2013 kemarin telah berbentuk Metallurgical Grade Bauxite (MGB), atau produk bauksit yang memenuhi kualitas minimum sebagai bahan baku untuk industri pemurnian menjadi alumina.
Berangkat dari klaim tersebut, Direktur Utama
PT Well Harvest Winning Refinery (WHW) ini pun meminta pemerintah melonggarkan kebijakan larangan ekspor bagi komoditas bauksit.
"Dengan memperhatikan ketersediaan cadangan dan sumber daya Bauksit Indonesia yang berdasarkan data yang berhasil dihimpun oleh APB3I mencapai 7,3 Milyar Ton, serta tindakan peningkatan nilai tambah yang sudah dilakukan penambang bauksit, seyogyanya pemerintah tidak perlu ragu ragu untuk membuka keran ekspor bauksit. Apalagi potensi penerimaan devisa jika ekspor dibuka bisa mencapai US$1,6 miliar sampai US$2 miliar, serta pajak dan PNBP sebesar US$480 juta," tutur Erry.
Di kesempatan berbeda, pengamat pertambangan Simon Sembiring meminta pemerintah konsisten dalam hal penerapan UU Minerba. Simon mengatakan, jika pada akhirnya pemerintah memberikan relaksisa itu berarti pemerintah
tak serius menerapkan program hilirasi.
“Apalagi saat ini sudah ada beberapa perusahaan IUP (Izin Usaha Pertambangan) yang bangun smelter. Apa jadinya kalau dibuka,” cetus Simon.
WHW Tak Dapat InsentifDi tengah desakan Erry Sofyan menyoal kebijakan relaksasi ekspor bauksit, perusahaan yang ia pimpin yakni WHW dikabarkan tak mendapat insentif libur pajak (Tax Holiday) dari Kementerian Keuangan.
Berangkat dari putusan itu, katanya perusahaan berencana kembali mengajukan insentif untuk mendapat tax allowance ke kementerian yang dipimpin oleh Bambang Brodjonegoro.
"Dengan kita mengajukan tax holiday itu artinya kita serius investasi, karena kan jangka waktunya sangat lama. Selain itu, kalau kita dapat tax holiday kan artinya memang Indonesia serius mengembangkan hilirisasi hasil tambang, jadi nantinya bisa menarik investasi-investasi lainnya untuk masuk ke sini," jelasnya.
(Simak pula: Menguak Kejanggalan dalam Kebijakan Larangan Ekspor Bauksit) (dim/ags)