Kejatuhan Harga Minyak dan Risiko Kurs Gerus Laba Pertamina

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Senin, 05 Okt 2015 13:48 WIB
PT Pertamina (Persero) memperkirakan perolehan labanya  pada tahun ini tidak sampai menyentuh Rp 1 triliun pada tahun ini.
Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman. (Antara Foto/Rosa Panggabean)
Jakarta, CNN Indonesia -- PT Pertamina (Persero) pesimistis bisa meraup laba Rp1,7 triliun seperti yang ditargetkan perusahaan pada tahun ini. Tren penurunan harga minyak mentah Indonesia (ICP) sekitar 30 persen sepanjang tahun ini dijadikan alasan perseroan sebagai penyebab penjualan hasil hulu minyak dan gas terkoreksi.

Bahkan, Direktur Keuangan PT Pertamina Arief Budiman tidak yakin laba BUMN migas itu bisa menembus Rp 1 triliun pada tahun ini.

"Kita membuat asumsi laba (Rp1,7 triliun) tersebut ketika harga ICP di kisaran US$ 60-an per barrel. Namun, kalau dilihat dari harga ICP yang turun 30 persen ke angka US$ 40-an per barrel, maka kami perkirakan hingga akhir tahun akan susah," jelas Arief di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin (5/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain kejatuhan harga minyak, Arief menyebut pelemahan rupiah sebagai faktor lain yang bisa menggerus pemasukan valas dari kegiatan hulu migas. Namun, dia belum bisa memperkirakan berapa potensi kerugian dari kejatuhan nilai tukar (currency loss) hingga akhir tahun.

Namun, Arif meyakini currency loss tak akan membengkak selama pemerintah masih menahan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi.

"Currency loss sih tidak terlalu besar, karena masih dapat Dolar AS dari sektor hulu, tapi kita masih belum bisa hitung kerugiannya. Sejauh ini kerugian kami masih di sektor hilir, Rp 15 triliun hingga Agustus kemarin," jelasnya.

Penurunan penjualan hulu migas Pertamina sudah terasa sejak semester I 2015. Sebenarnya, angka produksi minyak harian Pertamina meningkat dari 253,75 Metrik Barrel per Hari (MBOPD) pada semester I tahun lalu ke angka 274,03 MBOPD pada periode yang sama tahun ini.

Namun di saat yang bersamaan, terjadi penurunan harga ICP ke angka US$ 56,95 per barrel sepanjang semester pertama tahun ini, padahal sepanjang tahun 2014 rata-rata harga ICP sebesar US$ 96,5 per barrel.

Hal itu kemudian berdampak pada pengurangan pendapatan hulu migas Pertamina menjadi US$ 19,69 triliun, atau lebih rendah 30,92 persen dibanding semester I tahun lalu yang sebesar US$ 25,78 triliun.

Akibatnya, peningkatan produksi migas tidak mampu membantu neraca Pertamina pada semester lalu. Tercatat, Pertamina mengalami penurunan laba pada semester I tahun ini sebesar 49,55 persen dari angka US$ 1,13 miliar pada tahun lalu ke angka US$ 570 juta. (ags)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER