Jakarta, CNN Indonesia -- Perusahaan pengelola sektor migas milik pemerintah, PT Pertamina mengaku belum mengkaji opsi yang paling efektif dalam menutupi kerugian Pertamina akibat berjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium sepanjang tahun ini. Sehingga, Pertamina belum bisa memutuskan opsi terbaik diantara pengurangan dividen, penambahan Penyertaan Modal Negara (PMN), atau penggunaan Dana Ketahanan Energi (DKE).
Kendati demikian, Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman mengatakan bahwa jika nantinya pengurangan dividen diberlakukan, hal itu bukan sebagai implikasi ganti rugi pemerintah terhadap perseroan. Karena menurutnya, fungsi pengurangan setoran dividen tak pernah ditujukan untuk menutupi kerugian.
"Kalau secara aslinya, penurunan dividen memang bukan ditujukan untuk menutupi kerugian, karena memang tak bisa. Pengurangan setoran dividen itu kan hanya untuk membantu arus kas saja," terang Arief ketika ditemui di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia pun menambahkan, jumlah dividen yang dibayar ke pemerintah juga tak sesuai dengan kerugian yang ditanggung Pertamina akibat penahanan harga premium yang terlalu lama. Ia menggambarkan kalau kerugian yang ditanggung Pertamina hingga Agustus mencapai Rp 15 triliun, sedangkan dividen yang disetor pada 2014 hanya sebesar Rp 6,3 triliun.
Bahkan bisa dibilang target setoran dividen Pertamina juga mengalami penurunan dibanding sebelumnya. Dividen Pertamina yang disetor pada 2013 berada di angka Rp 9,5 triliun, sedangkan target dividen Pertamina seperti tercantum di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Penyesuain (APBNP) 2015 hanya sebesar Rp 6,3 triliun.
Melihat kondisi ini, mantan Presiden Direktur PT McKinsey Indonesia itu mengaku belum tahu apakah nantinya pengurangan dividen ini akan dilakukan sepenuhnya atau hanya sebagian saja, mengingat angka target dividen tak mencapai setengah dari kerugian Pertamina.
"Kita tunggu saja nanti keputusan akhirnya," tuturnya.
(gen)