Jakarta, CNN Indonesia -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ditutup di teritori positif setelah menguat 0,93 persen atau 41,35 poin ke level 4.487,13 pada penutupan perdagangan Rabu (7/10), setelah terseret penguatan rupiah. Di pasar valuta asing, rupiah melanjutkan penguatan yang cukup signifikan, mencapai 2,95 persen ke posisi Rp13.821 per dolar AS hingga perdagangan Rabu sore.
Dalam perdagangan saham, sektor industri dasar (
basic-ind) menanjak paling tinggi hingga 2,42 persen. Penguatan tersebut diikuti oleh sektor properti yang menguat 1,99 persen mengerek laju kenaikan IHSG.
Kepala Riset PT Universal Broker Indonesia, Satrio Utomo, mengatakan dalam ulasan pagi, bahwa sentimen dari penguatan rupiah ini diperkirakan masih akan menjadi motor dari pergerakan IHSG. “Meski di satu sisi, pemodal lokal terlihat mulai melakukan aksi
profit taking, tapi di sisi lain, masuknya aliran dana asing seiring dengan penguatan rupiah, sepertinya masih akan berlangsung,” katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ekonom Samuel Sekuritas, Rangga Cipta mengatakan rupiah menguat paling tajam di Asia sementara mata uang lainnya mayoritas justru tertekan terhadap dolar AS. “Penguatan rupiah yang juga diiringi oleh penurunan
yield dan penguatan IHSG diperkirakan lebih akibatkan oleh faktor internal. Harga komoditas yang membaik serta
dollar index yang turun berpeluang menjaga sentimen positif terhadap rupiah,” ujarnya.
Analis KDB Daewoo Securities Indonesia, Heldy Arifien mengatakan, meskipun sempat memasuki teritori negatif pada paruh pertama perdagangan menguji kekuatan basis support 4.420, IHSG berhasil ditutup menguat 0,9 persen di level 4.487. “Eforia pergerakan positif mayoritas bursa Asia, telah memberi ruang bagi para investor asing untuk kembali mencatatkan nilai pembelian bersih sebesar Rp222 miliar di seluruh papan perdagangan,” kata dia.
Heldy menjelaskan, perburuan terhadap saham saham dengan kapitalisasi besar memberikan kontribusi rata-rata kenaikan mencapai 4,5 persen, terutama pada sektor industri dasar, aneka industri dan properti yang masing masing mencatatkan keuntungan 3,0 persen, 2,8 persen dan 2,4 persen.
Namun, penguatan rupiah juga harus dibayar mahal. Bank Indonesia mencatat posisi cadangan devisa Indonesia akhir September 2015 tercatat sebesar US$101,7 miliar, lebih rendah dibandingkan dengan posisi cadangan devisa akhir Agustus 2015 sebesar US$105,3 miliar.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Tirta Segara mengungkapkan, perkembangan tersebut disebabkan oleh penggunaan cadangan devisa dalam rangka pembayaran utang luar negeri pemerintah dan dalam rangka stabilisasi nilai tukar rupiah.
“Hal tersebut sejalan dengan komitmen Bank Indonesia yang telah dan akan terus berada di pasar untuk melakukan upaya stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya guna mendukung terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,” ujarnya dalam keterangan resmi.
Tirta menjelaskan, dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa per akhir September 2015 masih cukup membiayai 7,0 bulan impor atau 6,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
“Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan,” katanya.
(gir/ded)