Jakarta, CNN Indonesia -- Absennya Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo, dalam rapat evaluasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Rabu (7/10) malam mendapat kritikan dari para angggota parlemen. Agus disebut bakal kembali dipanggil DPR pada Senin mendatang.
Untuk diketahui, Komisi XI DPR RI memanggil Agus Martowardojo guna membahas mengenai evaluasi tugas dan wewenang BI, terutama dalam menjaga nilai tukar rupiah. Namun, rapat kerja yang dijadwalkan pukul 19.00 WIB ini tidak dihadiri oleh sang Gubernur BI tersebut.
Dalam rapat yang bersifat tertutup antara Komisi XI DPR dan Bank Indonesia saja itu, kehadiran Agus digantikan pleh Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mirza menggantikan Agus yang saat ini sedang berada di Peru untuk mengikuti acara World Economic Outlook yang digelar oleh IMF dan World Bank.
Mengetahui hal itu, anggota Komisi XI Misbakhun langsung memberikan sindiran. Ia mengatakan rapat tidak bisa dimulai karena sejatinya DPR memanggil Gubernur BI bukan anak buahnya.
"Kita tanya apakah mereka punya surat kuasa dari Gubernur BI untuk mewakili rapat ini. Dan mereka jawab tidak, padahal kan di era modern seperti sekarang ini minta surat kuasa, tandatangan, di fax di email bisa dilakukan," ujar Misbakhun di gedung DPR, Jakarta, Rabu (7/10) malam.
Misbakhun menganggap, ketidakhadiran Agus dalam rapat evaluasi merupakan bentuk ketidakseriusan Agus menjalankan tanggung jawabnya sebagai Gubernur BI.
"Mitra kerja Komisi XI itu kan BI, ini artinya Gubernur BI tidak pernah serius menjalin koordinasi dengan DPR," ujar Misbakhun.
Lebih lanjut, Misbakhun mengatakan DPR akan tetap memanggil Agus Marto Senin pekan depan untuk membahas laporan mengenai kebijakan BI dalam menjaga stabilitas nilai tukar.
"Kita tunda sampai nanti kita tentukan ada rapat segera mungkin saya usulkan Senin," ujarnya.
Sebelumnya, Bank Indonesia dicurigai mengambil untung atas pelemahan rupiah. BI pun disinyalir sengaja membiarkan rupiah terdepresiasi. DPR pun bakal meminta Badan Pemerika Keuangan (BPK) untuk melakukan audit dengan tujuan tertentu terhadap kebijakan moneter yang dilakukan Bank Indonesia.
"Inilah yang mau disampaikan tapi kita ingin mendapatkan penjelasan dari Gubernur BI tapi gak dapat. Gubernur BI nya memilih mementingkan urusan di luar negeri dibanding menjelaskan kepada komisi XI," lanjutnya.
(gir/gir)