Ditjen Pajak Sebut RUU Pengampunan Nasional Isu Sensitif

Agust Supriadi | CNN Indonesia
Jumat, 09 Okt 2015 06:53 WIB
Ditjen Pajak baru tahu jika DPR menyusun draf RUU Pengampunan Nasional dengan uang tebusan berjenjang, berbeda dengan konsep mereka sebelumnya.
Ditjen Pajak baru tahu jika DPR menyusun draf RUU Pengampunan Nasional dengan uang tebusan berjenjang, berbeda dengan konsep mereka sebelumnya. (CNN Indonesia/Fathiyah Dahrul)
Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan Rancangan Undang-Undang tentang Pengampunan Nasional merupakan rencana kebijakan yang diinisiasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Untuk itu, Otoritas Pajak enggan mengomentari gagasan wakil rakyat yang ingin mengumpulkan uang tebusan dengan memberikan hadiah amnesti spesial bagi pelaku kejahatan pidana.

"Amnesti ini adalah inisiatif DPR. Kami tidak berwenang untuk memberikan pendapat soal itu karena ini isunya sensitif," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Mekar Satria Utama di Jakarta, kemarin.

Satria sendiri baru mengetahui bahwa DPR merancang tarif uang tebusan dengan sistem berjenjang seperti yang dituangkan dalam RUU Pengampunan Nasional.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Draf RUU Pengampunan Nasional yang salinannya diperoleh CNN Indonesia menyebutkan, untuk masa pengampunan dan pelaporan Oktober-Desember 2015 tarif uang tebusannya 3 persen dari nilai harta pemohon yang dibawa pulang.

Kemudian tarifnya meningkat menjadi 5 persen jika individu yang menjadi sasaran kebijakan baru melakukan repatriasi aset pada Januari-Juni 2016.

Terakhir, pemohon yang lari ke luar negeri harus membayar uang 8 persen dari harta yang akan dibawa pulang untuk periode permohonan pengampunan Juli-Desember 2016.

"Setau saya RUU-nya sedang dibahas di Badan Legislatif untuk didorong masuk dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional)," katanya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito menilai draf RUU Pengampunan Nasional yang berkembang saat ini, berbeda apabila dibandingkan dengan rancangan awal yang diberikan oleh pemerintah.

Sigit mengatakan bahwa koruptor bisa mendapatkan fasilitas pengampunan pajak (tax amnesty) pada pengajuan awal dari Ditjen Pajak. Namun di dalam draf RUU versi DPR, koruptor dikatakan tak boleh diberikan pengampunan pajak, apalagi mendapat ampunan istimewa (special amnesty).

"Setahu kami, pelaku korupsi itu berada di luar tiga kasus kriminal yang tidak kami perbolehkan untuk mendapat pengampunan yaitu pelaku human trafficking, terorisme, dan narkoba. Namun kalau masalah koruptor boleh atau tidak, kami belum tahu karena DPR sudah punya rancangan sendiri, beda dengan yang dulu kami usulkan," ujar Sigit.

Atas alasan itu, ia mengaku tak bisa memperkirakan berapa potensi dana yang masuk jika nantinya RUU Pengampunan Nasional diundangkan.

Selain masalah pelaku korupsi, Sigit juga menambahkan kalau usulan awal Ditjen Pajak tak pernah meminta special amnesty, namun hanya mengajukan pengampunan pajak (tax amnesty) saja.

Sebagai informasi, special amnesty ini terdiri dari penghapusan sanksi administrasi perpajakan, sanksi pidana pajak, hingga sanksi pidana umum sedangkan tax amnesty hanya berbentuk penghapusan sanksi dan kewajiban pajak. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER