Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengusulkan penerapan tarif dengan besaran yang berbeda bagi pesakitan yang ingin mendapatkan amnesti dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Nasional. Bagi pesakitan yang belum terdaftar sebagai wajib pajak (WP), diusulkan kena tarif yang lebih tinggi dibandingkan WP yang aktif.
Menurut Yustinus, tanpa dikotomi yang jelas dikhawatirkan pengampunan berpotensi mengecilkan hati WP yang sudah terdaftar dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) secara rutin.
“Skema tarif sebaiknya diubah dengan pembedaan antara tebusan bagi WP terdaftar dan rutin menyampaikan SPT dengan orang pribadi atau badan yang belum terdaftar. Misalnya 5 persen dan 10 persen, termasuk membedakan perlakuan terhadap wajib pajak UMKM," ujar Yustinus, Senin (12/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam RUU Pengampunan Nasional yang salinannya diperoleh CNN Indonesia tercatat pemerintah menawarkan tiga konsep dan besaran upeti untuk mendapatkan amnesti:
1. Untuk masa pengampunan dan pelaporan harta kekayaan selama periode Oktober-Desember 2015, pemerintah akan mengenakan tarif uang tebusan sebesar 3 persen dari total harta yang dilaporkan.
2. Tarif uang tebusan akan dinaikkan menjadi 5 persen dari total harta bagi warga negara yang meminta pengampunan nasional dan melaporkan harta kekayaannya pada Januari-Juni 2016.
3. Tarif uang tebusan akan dikenakan sebesar 8 persen dari total harta untuk masa pengampunan dan pelaporan harta kekayaan pada paruh kedua (Juli-Desember) 2016.
Obligasi Lebih EfektifTerkait rencana pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang ingin agar upeti yang terkumpul masuk ke kas negara dengan alokasi 90 persen untuk penerimaan pajak dan 10 persen untuk penerimaan negara bukan pajak (PNBP), Yustinus memiliki pandangan yang berbeda.
Menurutnya akan lebih efektif jika individu atau badan usaha pelaku kejahatan memindahkan hartanya ke bank nasional di dalam negeri dengan instrumen obligasi negara bertenor lima tahun.
“Kewajiban penempatan dana di perbankan nasional melalui instrumen keuangan seperti obligasi dijamin menggerakkan perekonomian negara,” katanya.
Tak hanya itu, ia juga mengingatkan pemerintah agar mempersiapkan infrastruktur dan administrasi pengawasan pasca-pengampunan yang dapat menjamin kepatuhan pajak dan peningkatan penerimaan pajak di masa mendatang.
(gen)