Salah Kaprah, Pembahasan RUU Pengampunan Diminta Ditunda

Agust Supriadi | CNN Indonesia
Senin, 12 Okt 2015 08:05 WIB
RUU Pengampunan Nasional dinilai bisa menjadi impunitas bagi pelaku pidana non pajak dan berpotensi menimbulkan persoalan sosial-politik yang luas.
Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif CITA menilai penggunaan terminologi Pengampunan Nasional, adalah hal yang tidak lazim digunakan padahal substansi RUU adalah pengampunan perpajakan, (CNN Indonesia/Agust Supriadi).
Jakarta, CNN Indonesia -- Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menilai upaya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendorong Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Nasional dapat melemahkan gerakan anti-korupsi dan mematahkan semangat wajib pajak (WP) yang sudah patuh. Pasalnya, kebijakan ini bisa menjadi impunitas bagi pelaku pidana non pajak dan berpotensi menimbulkan persoalan sosial-politik yang luas.

Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif CITA menilai penggunaan terminologi Pengampunan Nasional, adalah hal yang tidak lazim digunakan padahal substansi RUU ini sepenuhnya adalah pengampunan pajak. Kata Nasional yang digunakan menjadi rancu dan dapat menimbulkan kesalahapahaman publik.

"Ini dapat menjadi impunitas bagi pelaku pidana non pajak dan berpotensi menimbulkan persoalan sosial-politik yang luas, khususnya pelemahan gerakan anti-korupsi," ujarnya melalui pesan tertulis, Senin (12/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya pengampunan diberikan kepada orang pribadi dan badan dengan tidak membedakan antara WP dan bukan WP. Tanpa dikotomi yang jelas, Yustinus khawatir pengampunan berpotensi mengecilkan hati WP yang sudah terdaftar dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT).

"Pembedaan tarif terkait masa keikutsertaan dalam pengampunan justru dapat merugikan karena mereka yang sudah paham dan mendapat informasi lebih awal menikmati tarif lebih rendah meskipun sebelumnya belum terdaftar dan tidak menyampaikan SPT," tuturnya.

Selain itu, Yustinus melihat tidak terdapat skema repatriasi yang jelas dalam RUU yang diinisiasi DPR ini. Skema repatriasi aset yang seharusnya diperjelas antara lain kewajiban menempatkan dana di perbankan dalam negeri atau diinvestasikan dalam obligasi negara untuk jangka waktu tertentu.

"Tanpa ketentuan ini, pengampunan pajak berpotensi gagal mencapai tujuan," katanya. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER