Produk Ilegal Marak, Enam Perusahaan Mengadu ke BKPM

Giras Pasopati | CNN Indonesia
Selasa, 13 Okt 2015 15:37 WIB
"Akibat permasalahan impor ilegal ini, kurang lebih 945 tenaga kerja terancam dirumahkan sementara," ujar Kepala BKPM Franky Sibarani.
Logo Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jakarta, Rabu, 1 April 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengaku memperoleh keluhan dari industri hulu tekstil. Enam perusahaan tekstil di Jawa Barat telah mengadukan permasalahan terkait maraknya impor ilegal kepada pemerintah.

Kepala BKPM Franky Sibarani mengatakan upaya pemerintah untuk merangkul dunia usaha guna mencegah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) melalui Desk Khusus Investasi Tekstil dan Sepatu, mulai direspons aktif oleh para pelaku usaha. Hal ini, lanjutnya, ditandai dengan kehadiran enam perusahaan di sektor hulu industri tekstil yang mengeluhkan masalah impor ilegal ke BKPM.

“Akibat permasalahan impor ilegal ini, kurang lebih 945 tenaga kerja terancam dirumahkan sementara. Enam perusahaan tersebut terletak di beberapa lokasi di antaranya di Karawang, Tangerang dan Jawa Barat,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (13/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, hal tersebut akan menjadi prioritas BKPM untuk memfasilitasi keluhan yang telah disampaikan kepada kami. Ia mengaku akan memfasilitasi pertemuan dengan Dirjen Bea Cukai dan nantinya dengan perwakilan perusahaan.

Franky menyatakan bahwa sebenarnya kebijakan paket ekonomi jilid III telah membantu para pelaku usaha untuk meningkatkan daya saingnya dan tetap menjaga operasional perusahaan. Meski demikian, ia menilai ada problem-problem khusus yang juga membutuhkan penanganan secara lebih mendalam.

“Contohnya impor ilegal ini. Dengan masuknya produk-produk ilegal tersebut, maka perusahaan di sektor hilir akan memilih membeli produk ilegal tersebut karena harganya jauh lebih murah dari enam perusahaan tersebut,” jelasnya.

“Sebagian perusahaan telah menurunkan rata-rata 20 persen dari volume produksinya akibat melemahnya sisi demand akibat tergerus produk impor dan membanjirnya impol ilegal yang mayoritas berasal dari Tiongkok dan India,” imbuh Franky.

Ia mengungkapkan, dari hitungan perwakilan perusahaan, perbedaan antara harga produk impor yang legal dan produksi mereka mencapai 20 sen. Apabila perbedaan harga bahan baku tersebut berkisar 5-10 sen, lanjutnya, maka produsen dalam negeri masih dapat bersaing.

“Jadi mereka menjelaskan bahwa kalau perbedaannya sampai 20 sen, maka garmen lokal akan lebih milih impor, kalaupun dikasih jam malam diskon listrik hanya berkurang 5 sen, ditambah lagi tanpa WBP (Waktu Beban Puncak) diskon yang diberikan hanya dampak 8 sen,” kata Franky.

Oleh karena itu, Franky menilai beberapa usulan yang mengemuka disampaikan oleh perwakilan perusahaan, di antaranya permohonan permintaan penambahan diskon listrik dari 30 persen menjadi 50 persen.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo kemarin (12/10) memerintahkan jajarannya untuk memerangi produk ilegal. Adapun perintah tersebut disampaikan dalam Rapat terbatas tentang pemberantasan produk ilegal.

Industri tekstil menghasilkan Rp 5,6 triliun surplus perdagangan pada tahun 2014, dari Rp 12,7 triliun nilai ekspor. Nilai ekspor tumbuh rata-rata 4 persen per tahun selama 2010-2014. Realisasi investasi industri tekstil semester I 2015 tumbuh 58 persen dibandingkan 2014, jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan total investasi sebesar 16,6 persen.

Sementara itu, nilai realisasi industri tekstil semester I 2015 sebesar Rp 3,9 triliun, terdiri atas 55 persen PMDN dan 45 persen PMA. Nilai investasi tersebut berasal dari 378 proyek investasi yang sedang direalisasikan dan menyerap sekitar 70.000 tenaga kerja langsung. Tercatat, provinsi yang menjadi lokasi utama investasi tekstil yakni Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jakarta (gir/gir)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER