Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyatakan ada 17 perusahan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) tengah mengalami kesulitan operasional di Tanah Air. Sebanyak delapan perusahaan di antaranya menyatakan telah mengurangi volume produksi, lima perusahaan berencana berhenti operasi, sedangkan empat di antaranya memutuskan untuk menutup usahanya.
Kepala BKPM Franky Sibarani menuturkan kendala operasional perusahaan TPT disebabkan oleh permintaan yang menurun, mahalnya harga bahan baku impor, serta produk ilegal yang membanjiri pasar Tanah Air. Padahal, 17 perusahaan itu mempekerjakan sekitar 23.800 perusahaan di Jawa Barat, Banten, Jawa Timur dan Jogjakarta.
“Saya sudah pernah memanggil (pelaku usaha) sebelumnya, tadi yang saya sebutkan, mereka (pelaku usaha) kesulitan bahan baku impor, market dalam negeri turun, ekspor turun, dan banyak produk ilegal,” kata Franky usai menghadiri peresmian desk khusus investasi tekstil dan sepatu di Kantor BKPM, Jakarta, Jumat (10/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Franky mengungkapkan pemerintah akan fokus membantu 13 perusahaan TPT yang masih mau berusaha di Tanah Air. Sebagai tindak lanjutnya, Franky berencana bertemu dengan pelaku usaha terkait agar jangan sampai gulung tikar.
“Saya fokus kepada yang berencana tutup dan mengurangi produksi dulu, agar jangan sampai mereka tutup. Karena itu, setelah tanggal 15 kami sosialisasi di Semarang selama seminggu berikutnya saya akan bertemu dengan mereka,” kata Franky.
Bentuk bantuan yang ditawarkan pemerintah bisa berupa keringanan dalam membayar tarif listrik, pajak hingga bunga bank. Selain itu, pemerintah juga telah membuka Desk Khusus Investasi Tekstil dan Sepatu yang bisa menjadi fasilitator antara pelaku usaha dengan kementerian terkait.
“Sebenarnya solusi itu sudah ada, misalnya bunga bank BUMN bisa dengan Menteri BUMN. Pajak sudah ada. Pokoknya prinsipnya pemerintah pasti bantu. Bantu dari mana, nanti tunggu ketemu bicara. Sebetulnya pemerintah juga sudah memberikan solusi, sifatnya masih umum seperti biaya solar turun, tarif listrik turun, listrik diskon,” kata Franky.
Franky mengaku belum mendapatkan jumlah tenaga kerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaan TPT yang terpaksa tutup. Selain itu, Franky juga tidak bisa menyebutkan empat perusahan yang gulung tikar itu.
“Perusahaan itu tidak bangga kalau dia mem-PHK. Kalau PHK, kredibilitas mereka juga dipertanyakan oleh bank. Ini kan nama baik gitu. Jadi dengan dia menyampaikan ke kami itu sudah hal positif. Pemerintah tidak bisa berjalan sendiri tanpa API (Asosiasi Pertekstilan Indonesia) dan APRISINDO (Asosiasi Persepatuan Indonesia) dan (nama perusahaan) itu tidak bisa kami buka ke publik,” katanya.
(ded/ded)