Jakarta, CNN Indonesia -- PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan dari 571 emiten aktif yang tercatat, tinggal 4,06 persen yang belum mengikuti aturan kepemilikan saham publik minimal 7,5 persen dari total saham yang diterbitkan.
Direktur Utama BEI, Tito Sulistio mengatakan saat ini tinggal 21 emiten yang belum melaksanakan ketentuan tersebut. Sayangnya Tito tidak merinci ke-21 perusahaan yang dimaksud.
"Kini tinggal 21 emiten yang belum memenuhi syarat 7,5 persen
free float. Jadi bisa dibilang, mayoritas emiten BEI sudah melaksanakan hal tersebut," jelas Tito di Jakarta, Kamis (15/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kewajiban setiap emiten untuk melepas minimal 7,5 persen sahamnya ke publik tercantum dalam Surat Keputusan Direksi PT BEI Nomor Kep-00001/BEI/01-2014.
Selain menentukan jumlah persentase
free float, BEI juga meminta emiten untuk melepas minimal 50 juta saham dari jumlah saham dalam modal disetor dan jumlah pemegang saham minimal berjumlah 300 pemegang saham yang memiliki rekening Efek di Anggota Bursa Efek.
Di dalam surat edaran tersebut dijelaskan bahwa emiten perlu mematuhi peraturan yang disebutkan paling lambat pada Januari 2016 mendatang.
Menanggapi hal itu, Tito mengatakan tak ada perpanjangan waktu bagi para emiten-emiten ini untuk melepas sahamnya ke publik.
"Aturan tetap sama. Mereka harus penuhi aturan itu sampai bulan Januari 2016," tegasnya.
Lebih lanjut, ia mengakui bahwa banyak emiten yang tidak ketahuan melakukan kegiatan ini karena langsung menjual sahamnya di pasar. Berbeda dengan PT Hanjaya Mandala (HM) Sampoerna yang baru-baru ini melakukan rights issue. "HM Sampoerna kan menjual, yang langsung dijual di pasar kan tidak lapor," katanya.
HM Sampoerna pada pekan lalu telah melepas 5,68 persen saham ke publik demi memenuhi aturan BEI tersebut. Atas tindakan tersebut, kepemilikan PT Philip Morris Indonesia atas HM Sampoerna menyusut dari 98,18 persen menjadi 92,5 persen saja.
Manajemen HM Sampoerna mengaku bahwa pelepasan saham ini hanya demi memenuhi ketentuan BEI dan tak ada itikad untuk memperluas kepemilikan saham bagi publik. "Yang kita inginkan hanya mematuhi peraturan saja, tak ada yang lain. Maka dari itu, kita lepas saham, dan nanti kami harap bisa menyerap Rp 20,76 triliun," ujar Presiden Direktur HM Sampoerna, Paul Janelle di Jakarta, Jumat pekan lalu.
Berbeda dengan HM Sampoerna, perusahaan minuman beralkohol PT Delta Djakarta pada bulan Juni lalu lebih memilih pemecahan nilai saham (
stock split) demi memenuhi ketentuan BEI. Seperti yang pernah diberitakan sebelumnya, dengan melakukan stock split sebesar 1:50, maka diharapkan jumlah saham pada saat itu yang sebesar 16 ribu saham bisa meningkat melebihi jumlah 50 ribu saham.
Selain itu, tercatat juga PT Adira Dinamika Multi Finance yang hanya memiliki porsi publik sebesar 5 persen, dimana 95 persen lainnya dimiliki oleh PT Bank Danamon Indonesia. Seperti diberitakan CNN Indonesia pada September lalu, perusahaan tengah mengkaji opsi antara rights issue atau divestasi untuk memenuhi keinginan BEI itu.