Jakarta, CNN Indonesia -- PT Bursa Efek Indonesia (BEI) berharap 13 pasal yang tercantum di dalam Undang-Undang nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bisa direvisi sehingga mempermudah pelaksanaan Initial Public Offering (IPO) bagi perusahaan-perusahaan BUMN.
Direktur Utama BEI, Tito Sulistio beralasan bahwa prosedur pelaksanaan IPO yang tercantum di dalam UU tersebut sangat menghambat beberapa BUMN yang ingin melantai di bursa. Pasalnya, dengan 25 prosedur yang harus dijalankan oleh BUMN, maka jangka waktu pelaksanaan IPO bisa memakan waktu sangat lama.
"Makanya tak heran kalau setelah adanya UU tersebut hanya 8 BUMN saja yang bisa IPO hingga saat ini. Padahal sebelum dikeluarkannya UU tersebut, sudah ada 13 perusahaan yang listing di BEI," kata Tito di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis (15/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Secara lebih detil, ia mencontohkan beberapa IPO BUMN yang memiliki proses pengajuan yang sangat lama akibat banyaknya prosedur itu. Antara lain adalah PT Garuda Indonesia (4 tahun 1 bulan), PT Waskita Karya (4 tahun 11 bulan), dan PT Semen Baturaja (5 tahun 6 bulan). Ia beralasan, lamanya pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjadi alasan mengapa pengajuan IPO BUMN terkesan molor.
"Seperti contohnya, persetujuan DPR terkait IPO PT Krakatau Steel ini cukup lama yaitu 1 tahun 7 bulan yaitu antara Februari 2008 hingga September 2009. Ini kan cukup lama, makanya kami ingin agar ini dipersingkat," terangnya.
Atas hal tersebut, ia menginginkan pemerintah untuk juga meninjau ulang pasal 74 hingga 87 di dalam UU tersebut, yang khusus mengatur prosedur pelaksanaan IPO bagi perusahaan-perusahaan BUMN. Dalam 2 hingga 3 minggu ke depan, ia berharap kajian mengenai revisi peraturan ini bisa selesai dan bisa langsung diserahkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Namun sampai sekarang kami belum bisa beritahu hasil kajian kami, seperti berapa jangka waktu yang tepat, mana prosedur-prosedur yang bisa digabung. Karena kami fokusnya lebih ke arah penggabungan prosedur," tutur Tito.
Lebih lanjut, Tito mengatakan bahwa pelaksanaan IPO bagi BUMN sangat penting untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Selain itu, Tito berharap privatisasi BUMN ini bisa meningkatkan keterbukaan performa perusahaan kepada masyarakat.
"Kalau nanti BUMN bisa IPO, maka dampaknya sangat besar. Dari 10 besar perusahaan yang memiliki kapitalisasi pasar terbesar, 6 BUMN memegang 48 persen dari itu. Bahkan dari 20 BUMN yang listing, 7 diantaranya menguasai 20 persen kapitalisasi pasar," jelas Tito.
Sebagai informasi, saat ini terdapat 119 BUMN, termasuk 14 Perum, uang beroperasi di Indonesia. Dengan jumlah perusahaan BUMN yang telah melakukan IPO sebanyak 21, maka baru 17,64 persen BUMN yang telah melantai di bursa.
Per 12 Oktober 2015, kapitalisasi pasar perusahaan BUMN adalah sebesar Rp 1.163 triliun, atau 25 persen dari total kapitalisasi pasar 517 emiten tercatat dengan nilai Rp 4.822 triliun.
Menanggapi keinginan BEI tersebut, Ketua Komisi XI DPR RI Fadel Muhammad mengatakan bahwa pihaknya akan segera bertemu dengan OJK untuk membicarakan revisi UU ini. "Kalau BEI kan baru dengar pendapat dengan kami, mengenai revisi UU itu akan kita bicarakan dulu dengan OJK," kata Fadel di kesempatan yang sama.
(ded/ded)