Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebutkan beberapa usulan bidang usaha yang terbuka atau dibatasi dalam penyusunan Daftar Negatif Investasi (DNI) terbaru akan memberikan keuntungan dan memudahkan investor asing.
Kepala BKPM Franky Sibarani mengatakan instansinya akan mulai melakukan koordinasi guna membahas usulan-usulan DNI yang sudah diterimanya dari berbagai kementerian/lembaga. Ia mengupayakan proses pembahasan DNI terbaru yang akan menggantikan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 selesai dalam enam bulan ke depan dengan melibatkan instansi pemerintah yang mengusulkan, asosiasi pengusaha, dan perusahaan terkait.
“Ada beberapa masukan baik itu dari kementerian teknis, asosiasi pengusaha maupun calon investor potensial yang ingin masuk ke bidang usaha tertentu. Sejak
kick off Jumat lalu, telah masuk 28 usulan DNI dari berbagai sektor yang nantinya akan dibahas secara lebih mendalam dengan kementerian teknis terkait,” ujar Franky, Senin (19/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Franky menjelaskan dari 28 usulan DNI yang masuk tersebut beberapa diantaranya merupakan sektor perdagangan, kelautan dan perikanan, kebudayaan, perkebunan, perhubungan, perindustrian, pekerjaan umum dan perumahan rakyat, serta energi dan sumber daya mineral.
“Dari masukan-masukan tersebut 16 usulan lebih terbuka untuk investor asing, 12 usulan lainnya dapat dibaca lebih restriktif. Namun semangatnya adalah lebih memberikan kepastian kepada investor yang ingin masuk sektor tersebut,” kata Franky.
Mantan CEO Garuda Food Group itu menambahkan dalam pembahasan DNI, BKPM akan melakukan fungsi koordinasi dan memfasilitasi seluruh pemangku kepentingan hingga nantinya bisa diambil kesepakatan untuk DNI terbaru.
Tidak hanya membahas usulan DNI yang baru masuk, Franky memastikan pembahasan tersebut juga akan memperbaiki aturan yang saat ini berlaku. Ia mengaku banyak menemukan bidang usaha yang diatur oleh lebih dari satu Kementerian/Lembaga sehingga cukup membingungkan dalam implementasinya.
“Atau bidang usaha yang pelaksanaannya di bawah satu kementerian, pengaturannya ada di kementerian lain. Hal-hal ini yang pada akhirnya mengakibatkan ketidakpastian hukum bagi pelaku usaha,” jelasnya.
(gen)