Jakarta, CNN Indonesia -- Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI). Rhenald Kasali menilai jajaran Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) belum banyak menaruh perhatian pada perusahaan pelat merah yang kondisi keuangannya tengah bermasalah di sepanjang satu tahun pertama pemerintahan presiden Joko Widodo.
“Perhatian terhadap BUMN yang sakit itu belum banyak karena deputi-deputinya baru. Deputinya kan baru, baru bekerja sebulan lebih, sehingga perhatian itu belum ada,” tutur Rhenald kala ditemui di Kantor Kementerian BUMN, Senin (26/10).
Rhenald berpandangan, kurangnya perhatian terhadap BUMN terjadi karena saat ini penangangan BUMN sakit belum menjadi program prioritas Menteri Rini Soemarno.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di lain sisi, katanya banyak hal yang perlu dipertimbangkan apabila pemerintah ingin menutup BUMN yang sudah tidak produktif. Diantaranya, terkait penanganan tenaga kerja, izin usaha, dan pertimbangan politis mengingat BUMN merupakan aset negara.
“Jadi panjang prosesnya. Harus ada orang-orang yang menaruh perhatian di aset-aset BUMN yang sakit,” ujarnya.
Rhenald yang diketahui mendapat tugas sebagai peninjau independen kinerja BUMN selama setahun ke belakang pun mempertanyakan kapan terbitnya undang-undang BUMN.
Hal itu penting sebagai pegangan BUMN agar bisa menjalankan tugasnya secara optimal.
“Harusnya BUMN mempunyai pegangan berupa undang-undang BUMN yang benar-benar bisa mengantarkan BUMN kita kelas dunia,” ujarnya.
Di temui secara terpisah, Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha BUMN Aloysius K Ro mengatakan saat ini Kementerian BUMN tengah berusaha menyelamatkan perusahaan pelat merah yang sekarat sambil menata kembali aset tetap yang bisa dioptimalkan.
Hal itu, kata Aloysius membutuhkan pembicaraan intensif dengan panitia kerja (panja) aset di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Terlebih untuk beberapa BUMN sakit yang saat ini telah menghentikan operasinya seperti PT Merpati Indonesia Airlines, PT Kertas Leces, dan PT Iglas.
“Untuk Merpati prioritas kita sekarang yang pasti stop bleeding yaitu menyelesaikan hak-hak karyawan, Leces (PT Kertas Leces) juga demikian, PT Iglas juga demikian. Ketiga-tiganya sudah stop beroperasi dari awal 2014,” tutur Aloysius.
(dim/gen)